REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto mengatakan bahwa partainya menang di 15 provinsi pada pemilihan legislatif (Pileg) 2024. Kemenangan tersebut diketahui akan membuat partai berlambang pohon beringin itu berpotensi merebut posisi ketua DPR, asalkan jumlah kursinya lebih banyak dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Ia menjelaskan, posisi ketua DPR merupakan urusan dari lembaga legislatif tersebut. Airlangga mengatakan, tak ada skenario apapun untuk merebut kursi nomor 1 DPR itu.
"Partai Golkar nggak pernah merebut. Kita ikut mekanisme yang ada dan tidak ada skenario (merebut kursi ketua DPR)," ujar Airlangga di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Ahad (10/3/2024) malam.
Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, penentuan kursi ketua DPR mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3). Hal tersebut juga diserahkan sepenuhnya kepada DPR.
Partai Golkar berdasarkan penghitungan sementara berada di posisi kedua pemilihan legislatif (Pileg) 2024. Adapun terkait posisi ketua DPR diketahui berdasarkan jumlah kursi terbanyak, bukan perolehan suara.
"Ketua DPR sesuai dengan ketentuan UU MD3, maka ketua DPR diduduki oleh pemilik kursi terbanyak di parlemen," ujar Bamsoet di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Saat ini, santer isu ihwal wacana untuk DPR kembali merevisi UU MD3 dan MPR disebut Bamsoet terbuka dengan hal tersebut. Isu tersebut berkaitan dengan perebutan kursi ketua DPR untuk periode 2024-2029.
"Kemungkinan (revisi UU MD3) ada, cuma kita lihat trennya. Sampai hari ini saya belum lihat lagi, apakah suara Golkar sudah melampaui PDIP," ujar Bamsoet.
Kendati terbuka untuk merevisi UU MD3, Bamsoet mengingatkan soal kondusivitas politik Indonesia usai pemilihan umum (Pemilu) 2024. Menurutnya, kondusivitas tersebutlah yang harus diprioritaskan terlebih dahulu.
"Jangan lah memunculkan hal-hal yang membuat kita gaduh. Saya adalah orang pertama yang tidak setuju kalau ada dorongan perubahan di UU MD3," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.