Senin 11 Mar 2024 15:19 WIB

Jangan Sembarangan Nebulizer di Rumah Saat Anak Sakit, Kapan Harus ke RS?

Penggunaan nebulizer yang tidak tepat akan membahayakan.

Rep: Santi Sopia  / Red: Friska Yolandha
Anak menggunakan nebulizer (ilustrasi).
Foto: Freepik
Anak menggunakan nebulizer (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat anak mengalami sakit pernapasan seperti serangan asma, tidak jarang orang tua melakukan nebulisasi atau uap secara mandiri di rumah. Penggunaan nebulizer tentu kerap dipilih sebagai pertolongan untuk meredakan serangan.

Namun rupanya, penggunaan secara mandiri di rumah juga tetap memerlukan pengawasan dokter. Ada baiknya, konsultasi terlebih dulu dan tahu kapan harus segera dibawa ke layanan medis.

Baca Juga

Spesialis Anak dr Robert Soetandio mengatakan pada serangan asma untuk tata laksana di rumah, bisa diberikan obat pereda yang sudah pernah diberitahu oleh dokternya saat pernah serangan sebelumnya. Maksimal obat ini di rumah hanya boleh diulang dua kali jeda 20 menit. 

"Jika masih sesak napas, berarti harus dibawa ke rumah sakit," kata dr Robert kepada Republika.co.id belum lama ini.

Penggunaan nebuliser di rumah boleh saja, namun memiliki risiko tersendiri. Jangan sampai penggunaannya tidak tepat atau hanya berdasarkan pertimbangan tidak jelas.

Dokter Robert mengatakan tidak semua mengi dan sesak napas itu asma. Maka jika ada seperti ini, harus segera dibawa ke dokter untuk penegakkan diagnosis, sehingga terapinya benar.

Dia menjelaskan pemberian obat secara inhalasi bertujuan sebagai pereda (mengatasi sesak napas dengan cepat). Atau juga untuk pengendali (tata laksana jangka panjang mengurangi kekerapan asma) merupakan pilihan utama untuk anak dengan asma. 

"Dengan terapi ini pemulihannya lebih cepat dan efek samping minimal dibandingkan pemberian obat lewat oral atau suntikan," lanjut dia.

Beberapa obat inhalasi seperti dry powder inhaler. Pressurized metered dose inhaler atau nebuliser. Jenis obat yang diberikan bergantung derajat sesak napas, hendak digunakan sebagai obat pengendali atau pereda. 

Frekuensi pemberiannya juga bergantung derajat sesak dan kekerapan serangan. Seperti obat yang lain, inhalasi juga punya efek samping meskipun tidak seberat obat oral atau injeksi. Salah satu efek samping obat pereda yang berarti adalah takikardi (denyut jantung cepat). Untuk obat pengendali jika pakai terlalu lama adalah jamur mulut. 

"Beberapa obat jika dipakai sembarangan juga bisa sebabkan takifilaksis (kebal). Jadi pakailah obat secara benar dan rasional," kata dr Robert menambahkan.

Obat nebuliser asma dibagi dua, yaitu pereda (bronkodilator) SABA salbutamol, terbutalin, ipratropium bromide; LABA. Kedua, pengendali (controler) kortikosteroid.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement