REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Muzakir, mengatakan, langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut dugaan pidana pembelian emas PT Antam seberat 7 ton, adalah hal yang sah. Jika ada transaksi suatu barang milik negara yang dianggap tidak wajar, maka Kejagung harus menyelidikinya.
“Mengelola uang negara itu seperrti itu. Kalau ada dugaan manipulasi, kecurangan, dalam penetapan harga emas. Walaupun kemarin diproses (gugatan) perdata sudah dimenangkan yang bersangkutan (Budi Said), tetap saja bisa (diproses pidana) karena parameter perdatanya beda dengan kontek itu (pidana),” ungkap Muzakir, Ahad (10/3/2024).
Hal ini disampaikan Muzakir menanggapi pengusutan dugaan korupsi kasus pembelian emas PT Antang seesar 7 ton oleh Budi Said. Kejagung mengusut secara pidana kasus jual beli ini, karena melihat adanya potensi korupsi, yang merugikan negara.
Menurut Muzakir dalam transaksi aset negara maka harus dilihat ada tidaknya kecurangan. “Karena ini negara (emas Antam) harus dulu dilihat ada kecurangan tidak dalam jual beli tersebut,” ungkap Muzakir.
Dalam transaksi emas Antam yang diilakukan Budi Said, kata Muzakir, disebut adanya diskon dalam harga pembelian. “Maka harus dilihat apakah diskon itu mark down, dengan melihat harga emas apakah harganya standar bisnis internasional atau tidak,” papar Muzakir.
Jika ternyata harganya di-mark down jauh dari harga internasional, menurut Muzakir, maka ada potensi pelanggaran. Sehingga tindakan Kejagung yang memproses dugaan korupsi sudah benar.
“Kenapa benar? karena jika negara bertransaksi, misalnya dalam kasus jual beli emas Antam ini, maka jual beli itu harus transparan dan ditetapkan harga yang wajar,” papar pakar pidana ini.
Adapun yang dimaksud harga yang wajar tersebut adalah harga yang sesuai harga internasional, pada saat transaksi dilakukan. “Itu kan dokumennya (tanggal transaksi) pasti ada. Jadi kalau harganya masih sekitar itu berarti wajar. Tapi kalau turunnya harga sangat fantastis maka itu (transaksi) tidak wajar,” ungkap Muzakir. Jika transaksinya tidak wajar, kata Muzakir, maka ada potensi melawan hukum, manipulasi.
Negara dalam menjual asetnya, kata dia, harus memiliki standar harga. Ini karena aset negara merupakan milik publik. “Kalau di mark douwn maka itu perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan aset negara,” ungkapnya.