REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Merger atau penggabungan yang sedang dilakukan Unit Usaha Syariah (UUS) BTN atau BTN Syariah dan PT Bank Muamalat Indonesia memasuki babak akhir. Diharapkan, proses due diligence bisa rampung April nanti.
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) mendukung konsolidasi perbankan tersebut. Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah KNEKS Sutan Emir Hidayat mengatakan, konsolidasi sudah menjadi tren dunia dalam dekade terakhir, seperti di negara-negara Timur Tengah.
"Kami merasa akuisisi Bank Muamalat oleh BTN dan kemudian dilahirkannya Bank Umum Syariah (BUS) baru yang akan menjadi sparring partner BSI kami yakin industri perbankan syariah akan semakin kuat ke depannya," ujar Emir kepada Republika, Rabu (13/3/2024).
Karena, kehadiran BSI sebagai pemain utama saat ini mengakibatkan adanya ketimpangan di industri perbankan syariah lantaran jauhnya gap aset BSI dengan bank syariah lainnya. Dengan konsolidasi antara bank Muamalat yang dikenal dengan nasabah yang loyal dan BTN Syariah memiliki kekuatan pada produk KPR Syariah perumahan dan memiliki visi untuk menjadi The Best Mortgage Bank in South East Asia 2025 menjadi potensi sinergi yang besar.
"Ada beberapa tantangan konsolidasi yang perlu diperhatikan adalah budaya dan aspek tata kelola kedua bank yang mesti diselenggarakan. Selain itu penggunaan sistem teknologi kedua bank perlu diperhatikan agar layanan mobile banking yang sudah baik dari kedua bank dapat disinergikan," ujar Emir.
Lebih lanjut, ia mengatakan, ada banyak manfaat dari konsolidasi ini dengan bank yang lebih besar. Salah satunya pada aspek bisnis yaitu lebih efisien dan kompetitif, perluasan diverifikasi usaha, memiliki kapasitas untuk membiayai proyek besar dan tentuanya kinerja keuangan yang lebih baik.
Saat ini, BTN juga telah menunjuk sekuritas, kantor akuntan publik (KAP), dan firma hukum terbesar di Indonesia untuk melakukan due dilligence. Diharapkan proses aksi korporasi ini akan rampung pada Oktober 2025. Aksi korporasi ini mau tidak mau harus dilakukan lantaran adanya persyaratan POJK nomor 12 tahun 2023 yang mewajibkan bank syariah harus spin off apabila jumlah asetnya telah mencapai Rp 50 triliun atau 50 persen dari total aset induk, dan harus diselesaikan selambat-lambatnya dua tahun.