REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi, Jawa Timur, menggelar Festival Ngerandu Buko pada bulan Ramadhan ini. Ngerandu Buko diambil dari bahasa Osing, suku asli Banyuwangi, yang artinya menunggu waktu berbuka.
Festival tersebut memfasilitasi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta masyarakat yang menjual makanan ataupun minuman takjil. “Berburu takjil ini sudah menjadi tradisi kita saat Ramadhan. Momentum ini kami tangkap untuk menumbuhkan ekonomi kerakyatan,” ujar Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani.
Bupati membuka Festival Ngerandu Buko di Jalan Letjen Sutoyo, Kecamatan Banyuwangi, Selasa (12/3/2024). Festival pasar takjil ini digelar serentak di 39 lokasi wilayah kelurahan dan desa hingga 9 April 2024, mulai pukul 15.00 WIB hingga 21.00 WIB.
Menurut Bupati, ada sekitar 1.354 pelaku UMKM yang terlibat dalam Festival Ngerandu Buko ini. Aneka kuliner tersedia untuk takjil, termasuk makanan khas Banyuwangi, seperti patola dan precet pisang.
Selain aneka kuliner, di sejumlah lokasi pasar takjil akan menyuguhkan atraksi bernuansa Islami untuk menghibur pengunjung.
“Ini upaya memberikan ruang bagi pelaku UMKM agar mereka bisa meraih rezeki di bulan Ramadhan. Kami instruksikan kepada semua camat, lurah, hingga kepala desa, untuk memfasilitasi pasar takjil di wilayah masing-masing,” kata Bupati.
Tidak hanya pelaku usaha, Bupati mengatakan, warga juga biasanya ada yang memanfaatkan momen Ramadhan ini untuk berjualan kuliner rumahan. Bupati berharap pasar takjil Festival Ngerandu Buko ini dapat dikoordinasikan dengan baik.
Bupati juga berpesan agar pasar takjil tidak sampai menimbulkan kemacetan ataupun masalah sampah. “Setiap pedagang wajib menyediakan tempat sampah. Kami juga mengimbau agar pengunjung membawa kantong belanja sendiri untuk mengurangi sampah plastik,” ujar Bupati.
Dalam pelaksanaan festival tersebut, baik pedagang maupun pembeli didorong untuk melakukan transaksi secara nontunai. Pelaku UMKM telah difasilitasi QRIS untuk mendorong transaksi secara digital.