REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Saat Ramadhan datang, umat Islam alan melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh. Saat berpuasa di siang hari, mereka pun dilarang melakukan hubungan suami istri. Karena, hal itu dapat membatalkan puasanya dan diwajibkan membayar kafarat atau denda.
Lalu bagaimana hukumnya jika bersetubuh dengan istri di malam-malam puasa?
Hukum berhubungan intim suami-istri di malam-malam puasa telah ditegaskan dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 187. Allah SWT berfirman:
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عٰكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
Artinya: "Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Akan tetapi, jangan campuri mereka ketika kamu (dalam keadaan) beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah. Maka, janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa".
Dalam Tafsir Tahilili Kemenag dijelaskan, pada ayat ini Allah menerangkan uzur atau halangan yang membolehkan untuk meninggalkan puasa, serta hukum-hukum yang berkaitan dengan puasa.
Banyak riwayat yang menceritakan tentang sebab turunnya ayat ini. Di antaranya, pada awal diwajibkan puasa, para sahabat Nabi dibolehkan makan, minum, dan bersetubuh sampai sholat Isya atau tidur. Apabila mereka telah sholat Isya atau tidur, kemudian bangun maka haramlah bagi mereka semua itu.
Pada suatu waktu, Umar bin Khattab menggauli istrinya sesudah sholat Isya, dan beliau sangat menyesal atas perbuatan itu dan menyampaikannya kepada Rasulullah SAW. Maka, turunlah ayat ini menjelaskan hukum Allah yang lebih ringan daripada yang telah mereka ketahui dan mereka amalkan.
Sejak terbenamnya matahari (Maghrib) sampai sebelum terbit fajar (Subuh), akhirnya dihalalkan semua apa yang tidak diperbolehkan pada siang hari pada bulan Ramadhan dengan penjelasan sebagai berikut:
"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari Ramadhan bersetubuh dengan istri kamu, karena mereka adalah pakaian bagi kamu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu telah mengkhianati diri kamu, yakni tidak mampu menahan nafsu dengan berpuasa seperti yang kamu lakukan, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi keringanan pada kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang ditetapkan bagimu". (al-Baqarah/2:187)
Artinya, sekarang umat Islam diperbolehkan bersetubuh dengan istrinya dan berbuat hal-hal yang dibolehkan untuknya. Makan dan minumlah sehingga terang bagimu benang putih dari benang hitam yaitu sampai terbit fajar, sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam. Selain dari itu kamu dilarang pula bersetubuh dengan istrimu ketika kamu sedang beriktikaf di dalam masjid
Kemudian Allah menutup ayat ini dengan menegaskan bahwa larangan-larangan yang telah ditentukan Allah itu tidak boleh kamu dekati dan janganlah kamu melampaui dan melanggarnya. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada umat manusia, agar mereka bertakwa.
Sedangkan dalam Tafsir Al-Mukhtashar di bawah pengawasan Imam Masjidil Haram Syekh Shalih bin Abdullah bin Humaid dijelaskan, pada awalnya orang yang tidur pada malam puasa (Ramadhan) kemudian bangun sebelum fajar dilarang makan atau mendekati istrinya. Kemudian larangan ini dihapus, dan Allah memperbolehkan orang-orang mukmin menggauli istri-istrinya pada malam-malam hari puasa.
Allah mengetahui bahwa tadinya mereka sempat mengkhianati diri mereka sendiri dengan melakukan sesuatu yang dilarang, maka Allah menunjukkan belas-kasih-Nya kepada mereka, menerima taubat mereka dan meringankan beban mereka.
"Sekarang ini, gaulilah mereka dan mintalah keturunan yang telah Allah tetapkan bagi kalian, serta makan dan minumlah di sepanjang malam itu sampai kalian melihat terbitnya fajar sadik, yaitu dengan adanya warna putih fajar yang terpisah dari kegelapan malam," jelas Syekh Shalih bin Abdullah.
Kemudian, sempurnakanlah puasa kalian dengan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Dan janganlah kalian menggauli istri-istri kalian ketika kalian sedang iktikaf di dalam masjid, karena itu akan membatalkan iktikaf kalian.
Ketentuan-ketentuan hukum tersebut adalah batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah antara yang halal dan yang haram. Maka, jangan sekali-kali kalian mendekatinya, karena orang yang mendekati batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah sangat rentan jatuh ke dalam area yang haram.
Dengan penjelasan yang jelas seperti inilah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa kepada-Nya dengan cara menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.