REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Spesialis bidang Pengasuhan (parenting) Binus University Johana Rosalina mengatakan bahwa orang tua sebaiknya memahami tiga fase perkembangan remaja, yakni fisik, sosial-emosional, dan kognitif. Hal tersebut disampaikan Rosa pada diskusi kelas orang tua bersahaja (bersahabat dengan remaja) bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Kamis (14/3/2024).
"Remaja mengalami perkembangan fisik yang terkadang membuat mereka merasa tidak nyaman, seperti berkeringat, berjerawat, dan untuk beberapa remaja bisa merasa tidak nyaman karena ini menjadi sumber perundungan (bully)," kata dia.
Untuk itu, Rosa menegaskan kepada para orang tua, bahwa ketika berada pada fase perkembangan fisik, remaja juga mengalami perubahan yang tidak nyaman, sehingga orang tua juga harus memastikan untuk terus mendampingi, dan memahami bahwa mereka pun mengalami perubahan dalam diri yang tidak mudah.
Selain itu, perkembangan sosial-emosional juga dialami remaja, seperti meningkatnya jumlah pertemanan, wadah emosi yang semakin kompleks, membawa kecemasan dan tekanan baru, serta perlahan mengatur ekspresi perasaan.
"Orang tua harus memahami bahwa remaja mulai banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya, jadi jangan kaget atau protes ketika tiba-tiba remaja tidak banyak menghabiskan waktu bersama keluarga, karena mereka sudah punya wadah emosi yang lebih kompleks," ujarnya.
Ia menjelaskan, di fase perkembangan sosial-emosional tersebut, remaja sudah mulai tahu bahwa perasaan tidak hanya senang dan sedih, ada perasaan galau, kesepian, dan campuran perasaan antara kesal, jengkel, sedih, serta marah.
"Mereka juga punya kecemasan dan tekanan baru, mulai mempertanyakan eksistensi di antara teman-temannya, dan mereka juga tentu akan bisa mengelola emosi apabila mendapatkan pendidikan yang cukup dari orang tuanya," ucapnya.
Ia juga mengemukakan, pada fase yang ketiga, yakni kognitif, remaja sudah mampu berpikir abstrak dan logis, yang kadang membuat para orang tua berpikir bahwa itu adalah bentuk dari sikap menantang, padahal, mereka hanya sudah tidak berpikir seperti anak-anak dulu.
"Di usia remaja, mereka sudah mulai bisa berpikir, misalnya tentang surga, kebajikan, atau arti berbagi, ini kemampuan yang normal dan harus kita syukuri, mereka juga sudah mampu berpikir tentang ideologi dan apa yang mereka mau untuk masa depan," tuturnya.
Untuk itu, ia menegaskan bahwa orang tua mesti berkenalan dulu dengan remaja sebelum menyiapkan diri menjadi pembimbing atau mentor bagi mereka.
"Yuk, kenalan dulu dengan remaja kita, sebelum kita menjadi mentor sekaligus teman atau sahabat untuk mereka," kata Rosa.