Kamis 14 Mar 2024 18:45 WIB

Hibur Anak-Anak Pengungsi di Gaza, Relawan INH Gelar Trauma Healing

Memberikan sesuatu untuk menghilangkan rasa takut merupakan hal yang sangat penting.

International Networking for Humanitarian (INH) memberikan pelayanan trauma healing kepada ratusan anak-anak pengungsi Palestina di Jalur Gaza tepatnya di Kamp Pengungsi Raffa, Jalur Gaza Selatan.
Foto: dokpri
International Networking for Humanitarian (INH) memberikan pelayanan trauma healing kepada ratusan anak-anak pengungsi Palestina di Jalur Gaza tepatnya di Kamp Pengungsi Raffa, Jalur Gaza Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Genosida dan serangan militer zionis Israel ke Jalur Gaza, Palestina hingga saat ini belum juga berhenti. Puluhan ribu warga sipil baik ana-anak, wanita maupun orang dewasa telah syahid sejak serangan yang berlangsung pada 7 Oktober 2023 silam. 

Tak hanya menyalurkan bantuan kemanusiaan berupa logistik, obat-obatan, kupon belanja dan air bersih, relawan kemanusiaaan International Networking for Humanitarian (INH) memberikan pelayanan trauma healing kepada ratusan anak-anak pengungsi Palestina di Jalur Gaza tepatnya di Kamp Pengungsi Raffa, Jalur Gaza Selatan.

Dengan membawakan sesosok manusia badut, para relawan memberikan edukasi, bercerita dan menghibur anak-anak untuk menghilangkan rasa kecemasan yang melanda mereka selama ini. 

"Trauma healing dapat menjadi langka rehabilitasi yang tepat bagi para korban bencana untuk menyembuhkan dari tragedi memilukan pasca bencana baik bencana alam maupun bencana perang seperti di Jalur Gaza," kata Direktur Program Internasional INH, Muhammad Qodduro, Kamis (14/3/2024).

Menurutnya, peran utama trauma healing adalah mampu mengalihkan pikiran buruk terhadap bencana agar warga tidak berlarut-larut dalam kesedihan serta bisa mengambil hikmahnya. Terlebih, bencana peperang di Jalur Gaza sangat mengancam kejiwaan dan rasa trauma yang luar biasa bagi anak-anak.

"Hampir setiap hari rasa takut dan was-was anak-anak di Gaza sangat mencemaskan, mereka sangat trauma terutama mendengarkan suara-suara ledakan bom yang dijatuhkan secara bertubi-tubi, dan mereka menyaksikan secara langsung," jelasnya.

Tak hanya itu, kehilangan sanak keluarga, bahkan kerabat dekat seperti orang tua, saudara kakak maupun adiknya juga menjadi faktor utama penyumbang gangguan kejiwaan dan trauma bagi anak-anak di Gaza.  Kemudian banyaknya jasad bergelimpangan dimana-mana di jalanan, di balik reruntuhan gedung dan rumah juga membuat mental mereka terganggu.

"Alhamdulillah relawan kami menghibur untuk mereka bisa tersenyum, semoga langkah ini bisa mengobati kecemasan yang sangat luar biasa bagi anak-anak di jalur Gaza," jelas Qodduro.

Bagi relawan kemanusiaan kata Qodduro, memberikan sesuatu untuk mereka bisa tersenyum dan menghilangkan rasa takut juga merupakan hal yang sangat penting dibutuhkan saat ini. Terlebih, suasana ramadan sekarang kondisinya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, sekarang sangat mencekam dan berbicara keselamatan jiwa serba tidak menentu. Pasalnya, sudah tidak ada lagi tempat yang aman di Jalur Gaza.

"Informasi yang kami peroleh dari data Kementerian Kesehatan Gaza sudah lebih dari 35 ribu jiwa warga sipil di Gaza yang syahid, sebagian besar merupakan perempuan dan anak-anak, kita berdoa semoga genosida ini segera berlalu dan warga Gaza bisa hidup kembali dalam kedamaian," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement