REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Direktur Keuangan (Dirkeu) PT Timah Tbk berinisial FE, terkait penyidikan kasus korupsi penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) di Provinsi Bangka Belitung (Babel). Tim Jampidsus Kejagung juga turut memeriksa empat karyawan dan pejabat, serta mantan petinggi di perusahaan timah milik negara tersebut.
Mereka yang ikut diperiksa adalah ES, EZ, AP, dan ARS. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana menerangkan, ES dan EZ diperiksa terkait perannya sebagai karyawan di PT Timah Tbk.
Adapun AP, diperiksa selaku mantan direktur operasional dan produksi PT Timah Tbk periode 2020-Desember 2021. Sedangkan ARS diperiksa terkait perannya selaku evaluator Divisi P2P PT Timah Tbk.
"Kelimanya diperiksa dalam penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam pengelolaan komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk 2015-2022," kata Ketut di Jakarta, Kamis (14/3/2024).
Ketut menerangkan, kelimanya diperiksa sebagai saksi. Menurut dia, mereka semua diminta keterangan untuk pembuktian para tersangka yang sudah ditetapkan. "Pemeriksaan dilakukan untuk memperkuat pembuktian, dan melengkapi berkas perkara para tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya," ujar Ketut.
Dalam kasus korupsi timah itu, tim penyidik Jampidsus Kejagung sudah menetapkan 14 tersangka. Tiga tersangka di antaranya adalah para petinggi PT Timah Tbk.
Mereka adalah Dirut PT Timah periode 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), Dirkeu PT Timah periode 2018 Emil Emindra (EE), serta Direktur Operasional (Dirops) PT Timah Tbk pada 2018 Alwin Albar. Sedangkan tersangka lainnya dari pihak swasta, dan satu di antaranya tersangka obstruction of justice (OOJ).
Para tersangka tersebut sampai kini masih mendekam di sel tahanan untuk proses penyidikan. Kasus korupsi timah menjadi pengusutan terbesar dalam penyidikan korupsi di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari angka kerugian perekonomian negara yang disampaikan Jampidsus Kejagung baru-baru ini.
Bersama tim ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB), proyeksi kerusakan lingkungan akibat penambangan ilegal merugikan negara senilai Rp 271 triliun. Angka tersebut belum termasuk angka kerugian negara yang sampai hari ini masih dalam pengitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).