Kamis 14 Mar 2024 21:41 WIB

Setelah Diboikot, McDonald’s ‘Ditolak’ Konsumen AS karena Inflasi

Sengatan inflasi mendorong warga AS memangkas dan memikirkan kembali belanja mereka.

  Logo McDonald’s terlihat di London, Britain, 14 November 2023.
Foto: EPA-EFE/ANDY RAIN
Logo McDonald’s terlihat di London, Britain, 14 November 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Setelah boikot di Timur Tengah karena diyakini mendukung Israel, perusahaan makanan cepat saji McDonald’s menghadapi persoalan berikutnya. Harga yang ditetapkan dianggap terlalu mahal dan konsumen memilih tak membeli. 

Sekelompok warga AS berpendapatan rendah menolak membeli produk McDonald’s dan lebih memilih memasak di rumah. Hal ini diungkapkan Chief Financial Officer McDonald’s Ian Borden dalam konferensi investor, Rabu (13/3/2024). 

Baca Juga

‘’Ini lingkungan konsumen yang menantang,’’ ujar Borden seperti dilansir CNN. Ia menambahkan, banyak konsumennya yang kini berusaha mengelola inflasi, tingkat suku bunga lebih tinggi, dan tabungan yang kian menipis. 

Sengatan inflasi mendorong warga AS untuk memangkas dan memikirkan kembali belanja mereka. Termasuk kemewahan kecil belanja makanan di restoran seperti di gerai makanan cepat saji McDonald’s.

Jadi, makan di luar kini dianggap lebih mewah dibandingkan sebelumnya. Merujuk data inflasi Februari pada Consumer Price Index (CPI), harga makanan rumah naik 1 persen sedangkan di restoran 4,5 persen sejak tahun lalu. 

Tahun lalu kondisinya berkebalikan. Saat itu, makan di restoran cepat saji McDonald’s dihitung lebih murah. Harga di restoran naik 8,4 persen sedangkan harga di grocery lebih tinggi yaitu mencapai 10,2 persen. 

‘’Saat ini, konsumen itu memilih makan di rumah lebih sering,’’ kata Borden. Demi menarik kembali konsumen, ia menyatakan McDonald’s menawarkan lebih banyak menu untuk dolar yang mereka belanjakan, termasuk bundling seharga 4 dolar AS.

‘’Kami ingin meyakinkan mereka apa yang tersedia dan memikirkan kami ketika menentukan pilihan,’’ ujar Borden. 

Secara internasional, McDonald’s telah menghadapi persoalan keuangan. Misalnya, mereka mencatat perang Israel-Hamas di Gaza memengaruhi penjualan di kawasan Timur Tengah. Sebab konsumen di kawasan ini memboikot McDonald’s.

Penjualan di sebagian besar wilayah Timur Tengah hanya tumbuh 0,7 persen pada kuartal terakhir. Ini lebih buruk dibandingkan pertumbuhan 4 persen di AS dan bisnis internasional lainnya. 

Baik bagi konsumen yang lebih mengandalkan untuk mendapatkan makanan dari toko grocery maupun makan di luar, harga saat ini lebih baik daripada yang terjadi beberapa tahun ke belakang saat pandemi Covid-19. 

Secara keseluruhan, merujuk data CPI, inflasi makanan meningkat sejak 2021. Harga naik di toko-toko kelontong berada di tingkat terendahnya sejak Juni 2021, sementara inflasi makanan di restoran naik sejak Juli 2021. 

Tak hanya pada McDonald’s, konsumen juga menarik diri untuk berbelanja di jaringan toko diskon Family Dollar. Perusahaan induk mereka pada Rabu mengungkapkan berencana menutup hampir 1.000 toko. 

Para petinggi perusahaan ini mengungkapkan, inflasi tinggi dalam kurun beberapa dekade membuat konsumen menjauh. Ini berpengaruh pada laba dan semakin tajamnya persaiangan dengan Dollar General dan Walmart. 

Family Dollar pun masih harus menanggung dampak salah kelola yang berlangsung selama bertahun-tahun serta kondisi yang buruk di toko-toko mereka. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement