REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekjen Partai Demokrat, Jansen Sitindaon, menuding pelaksanaan Pemilu Legislatif 2024 sarat dengan politik uang. Membandingkan dengan Pileg sebelum-sebelumnya, Jansen melihat Pileg 2024 ini paling barbar.
“Semoga ke depan Pileg kita jadi lebih baik. Politik uang yang merusak ini dapat hilang. Bersama dengan ini saya juga memohon maaf ke publik dan masyarakat luas karena telah menjadi pejuang sistem terbuka di MK kemarin. Yang ternyata membuat Pileg kali ini jadi lebih ‘barbar’ di semua tingkatan. Tanpa pandang bulu mulai DPRD Kab/Kota, Propinsi sampai RI,” kata Jansen, dikutip dari cuitannya di X, Jumat (15/4/2024).
Diketahui setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatra Utara Sumut telah melakukan pleno.Di mana Jansen yang maju di Dapil Sumut III hanya memperoleh 12.461 suara.
Pada Pileg 2019 lalu, Jansen mendapatkan 11.997 suara dari dapil yang sama. Di dapil Sumut III, Partai Demokrat hanya mendapatkan 1 kursi yakni untuk Hinca Panjaitan yang meraih 74.376 suara.
Setelah menyaksikan dan mengawasi Pileg 2024, Jansen menilai sistem terbuka ini hanya akan efektif jika dibarengi penindakan terhadap politik uang yg terjadi. Tanpa itu, menurut Jansen, dari pemilu ke pemilu sistem ini akan membuat pemilu legislatif tambah rusak.
“Semua caleg terpaksa nebar uang atau sejenisnya ke rakyat. Tanpa itu tidak ada jaminan dia dipilih. Rakyat juga menyambut dengan hangat. Bahkan inilah yg diharapkan datang. Pileg akhirnya jadi ajang banyak-banyakan mendata orang dan nebar uang. Dan ini sudah di level dianggap normal bahkan harus dilakukan jika maju pileg. Membagikan ide tidak lagi penting seperti lazimnya pemilu, yangpenting membagikan uang dan banyak-banyakan uang,” ucap Jansen.
Ia melihat pengawasan terhadap Pileg agak luput karena pelaksanaannya berbarengan dengan Pilpres. Di mana menurut dia, pengawasan lebih terfokus kepada Pilpres.
Jansen kemudian menuding 99 persen caleg terpilih di Pileg 2024 ini karena politik uang atau varian sejenisnya. Dan ini kata dia terjadi di semua tingkatan, mulai dari tingkat kabupaten/kota sampai RI.
“Mungkin 1 persen saja yang murni terpilih tidak melakukan itu. Namun yg sudah membagi uang tidak terpilih jumlahnya lebih banyak lagi,” kata Jansen menambahkan.