REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Allah SWT memberi rezeki kepada seseorang tanpa yang bersangkutan menduga kehadiran rezeki itu. Allah SWT memberi rezeki tanpa menghitung secara detail amalan-amalan yang diberi-Nya.
Allah SWT memberi rezeki kepada seseorang dalam jumlah yang amat banyak sehingga yang bersangkutan tidak mampu menghitungnya.
Allah SWT memberi rezeki secara terus-menerus kepada yang dikehendaki-Nya tanpa batas. Tidak satu makhluk pun walau sesaat yang tidak mendapat rezeki Allah SWT.
Surat Al Baqarah ayat 212 menjelaskan demikian. Dalam ayat ini, disebutkan mengenai pemberian rezeki berdasarkan kehendak Allah SWT. Dia berfirman:
زُيِّنَ لِلَّذِيْنَ كَفَرُوا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُوْنَ مِنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ۘ وَالَّذِيْنَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ وَاللّٰهُ يَرْزُقُ مَنْ يَّشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
"Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kafir, dan mereka menghina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari Kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan." (QS Al Baqarah ayat 212)
Prof Quraish Shihab dalam Tafsir Al Mishbah menjelaskan, kata "hisab" dalam ayat tersebut, bisa bermakna perhitungan, pertanggungjawaban, batas, atau dugaan.
Dengan demikian, ayat 212 Surat Al Baqarah bisa berarti bahwa Allah SWT memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa ada yang berhak mempertanyakan kepada-Nya.
Pertanyaan yang dimaksud seperti pertanyaan mengapa Allah SWT memperluas rezeki kepada seseorang dan mempersempit rezeki untuk orang yang lain. Karena Allah SWT memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Tanpa memperhitungkan pemberian itu, karena Dia Mahakaya sehingga tidak memedulikan berapa yang Dia berikan.
"Betapapun bermacam-macam makna yang bisa dikandungnya (dalam ayat 212 Surat Al Baqarah), yang pasti bahwa ayat ini ingin menjelaskan bahwa rezeki yang diraih seseorang adalah bersumber dari Allah SWT, dan bahwa rezeki itu tidak dapat dijadikan ukuran cinta dan kedudukan seseorang di sisi-Nya," tuturnya.
Hamba yang dicintai Allah SWT, salah satu cirinya adalah diterima di muka bumi. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:
إذا أحبَّ الله العبدَ نادى جبريل: إن الله يحبُّ فلانًا فأحبِبْه، فيحبه جبريل، فينادي جبريل في أهل السماء: إن الله يحب فلانًا فأحِبُّوه، فيحبه أهل السماء، ثم يوضع له القبول في الأرض
"Jika Allah mencintai seorang hamba maka Dia menyuruh Jibril: Sesungguhnya Allah mencintai Fulan maka cintailah dia. Maka Jibril pun mencintainya. Lalu Jibril menyeru penduduk langit, "Sesungguhnya Allah mencintai si fulan maka cintailah dia, maka penduduk langit pun mencintainya, kemudian menjadi orang yang diterima di muka bumi." (HR Bukhari)
Ciri selanjutnya seorang hamba dicintai Allah SWT, dia dimudahkan dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam. Nabi Muhammad SAW bersabda:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لَا يُحِبُّ وَلَا يُعْطِي الدِّينَ إِلَّا لِمَنْ أَحَبَّ فَمَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ الدِّينَ فَقَدْ أَحَبَّهُ
"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memberikan dunia kepada orang yang dicintai dan kepada yang tidak dicintai, tapi tidak memberikan agama kecuali kepada orang yang dicintai-Nya. Maka siapa yang Allah berikan agama, berarti Allah mencintainya." (HR Ahmad)