REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Umat muslim yang beriman tidak hanya menjalankan ibadah puasa saja, melainkan melakukan amalan – amalan yang baik demi mengharapkan pahala dari Allah SWT. Tetapi, tidak tahu bagaimana tanda keberhasilan dari ibadah puasa Ramadhan.
“Teman – teman semua, untuk bisa mengetahui bahwa rangkaian ibadah kita diterima oleh Allah SWT, maka Nabi Muhammad SAW memberikan beberapa standar dan kriteria – kriteria penerimaan amalan, khususnya terkait dengan ibadah Ramadhan,” kata Ustadz Adi Hidayat, dikutip dari akun Youtube pribadinya, Adi Hidayat Official, Kamis (14/03/2024).
Ustadz Adi Hidayat menjelaskan, bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan kriteria dan standar sebagai alat ukur atau parimeter seperti yang tercatat pada Hadits Riwayat Bukhari,
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ. وَفِي رِوَايَةٍ: وَلاَ يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ
Artinya : “Puasa adalah perisai. Maka (orang yang melaksanakannya) janganlah berbuat kotor (rafats) dan jangan pula ribut-ribut.” Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Dan jangan berbuat bodoh.” “Apabila ada orang yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka katakanlah aku sedang shaum (ia mengulang ucapannya dua kali).”
Maka, orang yang menunaikan puasa itu dengan perisai yang ia raih, ia memiliki kemampuan untuk berlatih meninggalkan mencegah segala bentuk hal – hal yang kotor dan segala bentuk tindakan – tindakan yang tidak memiliki arti. Bahkan, hal – hal bodoh yang seharusnya tidak dikerjakan.
“Maka, kata shiam memberikan makna yang spesifik bukan sekedar menahan, tapi juga menahan dengan aturan tertentu dan menahan dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Jadi, ketika Nabi Muhammad SAW dengan kata shiam seakan memberikan kesan bahwa puasa yang dilakukan mengikuti aturan – aturan yang berlaku di dalamnya seperti kapan diberbuka, kapan menunaikan sahur, dan apa yang dikerjakan selama puasa,” kata Ustadz Adi Hidayat.
Keberhasilan seseorang yang menunaikan puasa, yaitu dapat membentengi diri dari perkataan dan perbuatan kotor, mencela orang, bahkan merendahkan orang. Hal itu dapat dihindari karena ada perisai dalam diri orang yang menunaikan ibadah puasa dengan iman.