REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Nahar mempersilahkan korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) untuk mendapat pendampingan terlebih dahulu sebelum melapor ke polisi. Pendampingan ini bisa dilakukan diantaranya oleh unit perlindungan perempuan daerah.
"Ini menekankan kenyamanan korban dan keluarga korban, dia nyamannya kemana dulu? Mau langsung ke kepolisian, bagus. Tapi misal korban nggak nyaman ke kepolisian, butuh pendampingan, maka silahkan ke tiga lembaga ini," kata Nahar dalam media talk di Kantor KPPPA pada Jumat (15/3/2024).
Tiga lembaga tersebut ialah Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) PPA, UPT dan UPTD di bidang sosial, dan Lembaga Penyedia Layanan berbasis masyarakat.
Nahar menyarankan para korban bisa mengungkapkan kejadian yang dialami kepada tiga jenis lembaga itu lebih dahulu. Pengaduan ke tiga lembaga tersebut bakal memudahkan korban merangkai kasus yang dialami.
Dengan demikian, nantinya laporan ke kepolisian bisa lebih mudah dibuat sesuai fakta. "Jadi bisa difilter dulu sama pendamping ini, agar jelas kasusnya seperti apa," ujar Nahar.
Selanjutnya, polisi dapat mempertimbangkan pasal mana yang bisa diterapkan atas kejadian yang dialami korban. Hal ini didasarkan hasil pendamping korban oleh tiga lembaga di atas guna mengidentifikasi jenis peristiwa yang dialami.
"Tidak semua orang dapat menjelaskan dan mengidentifikasi secara spesifik kasus yang mereka alami, apa itu termasuk pencabulan atau persetubuhan," ucap Nahar.