REPUBLIKA.CO.ID, KOTA BENGKULU -- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bengkulu mengatakan bahwa PT Hong Ming Industry Indonesia (PT HMII) yang merupakan perusahaan pengelolaan kayu menerima sanksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena terbukti melanggar aturan.
Kepala DLH Kota Bengkulu Riduan menyebutkan, perusahaan tersebut diberikan sanksi berupa pemberhentian sementara aktivitas perusahaan hingga memperbaiki dokumen perizinan. "Setelah kita laporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan dilakukan pemeriksaan beberapa kali melalui daring, mereka (PT HMMI) terbukti menyalahi aturan dan diberikan sanksi," kata Riduan.
Perusahaan tersebut juga diminta untuk melengkapi persyaratan-persyaratan perizinan dan menghentikan sementara aktivitas produksi di luar ketentuan perizinan yang ada.
Kata Riduan, PT HMMI memiliki izin produksi pengelolaan kayu. Namun perusahaan tersebut memproduksi briket arang sehingga diwajibkan memperbaiki upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL UPL) atau analis dampak lingkungan (Amdal).
"Karena perizinan perusahaan modal asing izin usahanya dari pemerintah pusat sehingga kementerian langsung yang melakukan monitoring. Kami (DLH Kota Bengkulu) hanya sekedar pengawasan karena adanya laporan dari masyarakat," ujar dia.
Jika perusahaan tersebut tidak mengindahkan sanksi tersebut maka Kementerian Lingkungan Hidup dapat direkomendasikan ke Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terkait perizinan.
Sebelumnya, pada Desember 2023 DLH Kota Bengkulu telah memberikan surat teguran kepada perusahaan pembuatan PT HMII terkait pencemaran udara dari aktivitas pabrik tersebut. Dengan diberikannya surat teguran tersebut, pihak PT HMII diberikan waktu dua pekan hingga satu bulan untuk melakukan evaluasi terkait hasil pemeriksaan di lapangan.
Diketahui, berdasarkan hasil dari dua kali monitoring atau pemeriksaan DLH Kota Bengkulu ke lokasi, ditemukannya dugaan pencemaran lingkungan berupa limbah asap seperti yang dikeluhkan oleh masyarakat. Sebab aktivitas perusahaan tersebut diduga tidak sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 5 tahun 2021 tentang Tata Cara Penerbitan Persetujuan Teknis dan Surat Kelayakan Operasional Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.