REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pengusaha jasa titip (jastip) mengaku dirugikan atas kebijakan pengetatan impor terbaru dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023. Industri tekstil pun menanggapi protes tersebut.
Ketua Asosiasi Produsen Benang dan Serat Filamen Indonesia (Apsyfi) Redma Gita W menilai, kebijakan itu diterapkan supaya ada keadilan bagi pengusaha lokal. Ia menjelaskan, usaha jastip masuk kategori impor ilegal, karena memengaruhi Industri Kecil Menengah (IKM).
Apalagi, para pelaku jastip pun tidak membayar pajak. "Tidak pakai izin hanya hand carry, apalagi kalau barang kiriman dikemas jadi paket kecil-kecil jadi tidak masuk ke aturan dan dia bisa tidak bayar bea masuk dan pajak," ujar Redma dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (19/3/2024).
Menurutnya, jastip merupakan salah satu penyebab impor tekstil ilegal masuk ke dalam negeri. Produk jastip pun dijual dengan harga yang jauh lebih murah karena bebas PPN, membuat industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) tidak bisa bersaing.
"Kami tidak anti impor juga, impor boleh tapi patuhi aturannya. Bayar pajaknya dan ini diatur di Permendag," tegas dia.
Perlu diketahui, Permendag No 36/2023 mulai berlaku sejak 10 Maret 2024. Terdapat lima jenis barang bawaan penumpang yang dibatasi arus masuknya ke Indonesia, meliputi alas kaki; tas; barang tekstil jadi lainnya, barang elektronik, serta telepon seluler, handheld, dan komputer tablet.