Selasa 19 Mar 2024 14:04 WIB

Pascapenetapan 15 Tersangka Pungli Rutan KPK, ICW: Gali Keterlibatan Pihak Lain

ICW mendesak tersangka dijerat hukuman berat lebih dari 10 tahun.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Peneliti Iindonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana memberikan keterangan usai menyerahkan surat yang ditujukan untuk Ketua Mahkamah Agung Muhammad Hatta Ali di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Selasa (27/2).
Foto: Republika/Prayogi
Peneliti Iindonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana memberikan keterangan usai menyerahkan surat yang ditujukan untuk Ketua Mahkamah Agung Muhammad Hatta Ali di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Selasa (27/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong KPK terus mengembangkan penyidikan kasus pungli rutan di lembaga antirasuah. ICW mengingatkan agar potensi keterlibatan pihak lain mesti bisa dibongkar KPK.

Hal itu disampaikan ICW merespons penetapan dan penahanan 15 tersangka pegawai KPK yang terjerat kasus pungli rutan. "ICW mendesak agar KPK terus mengembangkan proses hukum ini guna melihat potensi keterlibatan pihak lain di luar 15 orang tersangka tersebut," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Republika.co.id, Selasa (19/3/2024).

Baca Juga

ICW bakal memelototi proses hukum kasus pungli rutan ini hingga ke meja hijau. ICW mendesak para tersangkanya dijerat hukuman berat lebih dari sepuluh tahun guna memberikan efek jera.

"Jika nanti penyidikan sudah rampung dan masuk proses persidangan, kami mendesak agar puluhan pegawai KPK ini dijerat dengan hukuman berat, paling tidak di atas 10 tahun penjara," ujar Kurnia.

ICW menekankan pentingnya hukuman berat bagi pelaku kasus pungli rutan. Sebab kasus ini menunjukkan betapa bobroknya integritas KPK. Peristiwa ini juga menurut ICW memperlihatkan buruknya pengawasan dan gagalnya KPK membangun sistem pencegahan korupsi.

"Mestinya sebagai aparat penegak hukum, KPK memahami bahwa rumah tahanan merupakan sektor yang rawan terjadi praktik korupsi, mengingat disana para pegawai dapat berinteraksi langsung dengan tahanan," ucap Kurnia.

Selain itu, ICW merasa heran dengan KPK yang gagal mengendus kasus pungli rutan sejak awal. Padahal kejadian semacam itu bukan hal baru di Tanah Air. "Cerita mengenai praktik suap-menyuap atau jual beli fasilitas rumah tahanan bukan hal baru di Indonesia," ujar Kurnia.

Sebelumnya, KPK mengungkap sebanyak 15 tersangka pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) KPK sendiri. Sebanyak 15 tersangka yaitu Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi dan pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta Hengki. Lalu ada enam pegawai negeri yang ditugaskan (PNYD) di KPK Deden Rochendi, Sopian Hadi, Ristanta, Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, dan Eri Angga Permana.

Sedangkan tujuh orang lainnya ialah petugas pengamanan Rutan cabang KPK yaitu Muhammad Ridwan, Suparlan, Ramadhana Ubaidillah A, Mahdi Aris, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ricky Rachmawanto. Semua tersangka ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. 

Tercatat, pungli ini terjadi mulai 2019 hingga 2023. KPK mengestimasi uang haram yang diraup para pegawai mencapai Rp 6,3 miliar.

Para tersangka ini disebut KPK melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement