Pekerja menyelesaikan pembuatan Alquran braille di Percetakan Yayasan Penyantun Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/3/2024). Alquran braille yang dicetak di Wiyata Guna menggunakan mesin cetak klasik Braille Press Thomson tahun 1952, dan satu-satunya yang masih beroperasi di dunia. Sejak menjelang Ramadhan, produksi Alquran Braille mengalami peningkatan untuk didistribusikan ke seluruh Indonesia. Kelebihan Alquran Braille yang dicetak dengan mesin thomson ini dibanding dengan buatan digital adalah lebih enak dibaca karena jarak antar huruf dan tanda baca lainnya tidak terlampau rapat hingga mudah dibaca oleh penyandang tunanetra. (FOTO : Edi Yusuf/Republika)
Sejumlah contoh Alquran Braille di Percetakan Yayasan Penyantun Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/3/2024). Alquran braille yang diproduksi di Wiyata Guna menggunakan mesin cetak klasik Braille Press Thomson tahun 1952, dan satu-satunya yang masih beroperasi di dunia. Sejak menjelang Ramadhan, produksi Alquran Braille mengalami peningkatan untuk didistribusikan ke seluruh Indonesia. Kelebihan Alquran Braille yang dicetak dengan mesin thomson ini dibanding dengan buatan digital adalah lebih enak dibaca karena jarak antar huruf dan tanda baca lainnya tidak terlampau rapat hingga mudah dibaca oleh penyandang tunanetra. (FOTO : Edi Yusuf/Republika)
Pekerja menyelesaikan pembuatan Alquran braille di Percetakan Yayasan Penyantun Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/3/2024). Alquran braille yang dicetak di Wiyata Guna menggunakan mesin cetak klasik Braille Press Thomson tahun 1952, dan satu-satunya yang masih beroperasi di dunia. Sejak menjelang Ramadhan, produksi Alquran Braille mengalami peningkatan untuk didistribusikan ke seluruh Indonesia. Kelebihan Alquran Braille yang dicetak dengan mesin thomson ini dibanding dengan buatan digital adalah lebih enak dibaca karena jarak antar huruf dan tanda baca lainnya tidak terlampau rapat hingga mudah dibaca oleh penyandang tunanetra. (FOTO : Edi Yusuf/Republika)
Pekerja membuat master cetak Alquran braille dengan mesin ketik klasik di Percetakan Yayasan Penyantun Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/3/2024). Alquran braille yang dicetak di Wiyata Guna menggunakan mesin cetak klasik Braille Press Thomson tahun 1952, dan satu-satunya yang masih beroperasi di dunia. Sejak menjelang Ramadhan, produksi Alquran Braille mengalami peningkatan untuk didistribusikan ke seluruh Indonesia. Kelebihan Alquran Braille yang dicetak dengan mesin thomson ini dibanding dengan buatan digital adalah lebih enak dibaca karena jarak antar huruf dan tanda baca lainnya tidak terlampau rapat hingga mudah dibaca oleh penyandang tunanetra. (FOTO : Edi Yusuf/Republika)
Pekerja membuat master cetak Alquran braille dengan mesin ketik klasik di Percetakan Yayasan Penyantun Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/3/2024). Alquran braille yang dicetak di Wiyata Guna menggunakan mesin cetak klasik Braille Press Thomson tahun 1952, dan satu-satunya yang masih beroperasi di dunia. Sejak menjelang Ramadhan, produksi Alquran Braille mengalami peningkatan untuk didistribusikan ke seluruh Indonesia. Kelebihan Alquran Braille yang dicetak dengan mesin thomson ini dibanding dengan buatan digital adalah lebih enak dibaca karena jarak antar huruf dan tanda baca lainnya tidak terlampau rapat hingga mudah dibaca oleh penyandang tunanetra. (FOTO : Edi Yusuf/Republika)
Pekerja menyelesaikan pembuatan Alquran braille di Percetakan Yayasan Penyantun Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/3/2024). Alquran braille yang dicetak di Wiyata Guna menggunakan mesin cetak klasik Braille Press Thomson tahun 1952, dan satu-satunya yang masih beroperasi di dunia. Sejak menjelang Ramadhan, produksi Alquran Braille mengalami peningkatan untuk didistribusikan ke seluruh Indonesia. Kelebihan Alquran Braille yang dicetak dengan mesin thomson ini dibanding dengan buatan digital adalah lebih enak dibaca karena jarak antar huruf dan tanda baca lainnya tidak terlampau rapat hingga mudah dibaca oleh penyandang tunanetra. (FOTO : Edi Yusuf/Republika)
Pekerja memasang sampul Alquran Braille di Percetakan Yayasan Penyantun Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/3/2024). Alquran braille yang diproduksi di Wiyata Guna menggunakan mesin cetak klasik Braille Press Thomson tahun 1952, dan satu-satunya yang masih beroperasi di dunia. Sejak menjelang Ramadhan, produksi Alquran Braille mengalami peningkatan untuk didistribusikan ke seluruh Indonesia. Kelebihan Alquran Braille yang dicetak dengan mesin thomson ini dibanding dengan buatan digital adalah lebih enak dibaca karena jarak antar huruf dan tanda baca lainnya tidak terlampau rapat hingga mudah dibaca oleh penyandang tunanetra. (FOTO : Edi Yusuf/Republika)
Alquran Braille produksi Percetakan Yayasan Penyantun Wyata Guna, di Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Jawa Barat, siap dikirim keberbagai daerah di Indonesia, Selasa (19/3/2024). Alquran braille yang diproduksi di Wiyata Guna menggunakan mesin cetak klasik Braille Press Thomson tahun 1952, dan satu-satunya yang masih beroperasi di dunia. Sejak menjelang Ramadhan, produksi Alquran Braille mengalami peningkatan untuk didistribusikan ke seluruh Indonesia. Kelebihan Alquran Braille yang dicetak dengan mesin thomson ini dibanding dengan buatan digital adalah lebih enak dibaca karena jarak antar huruf dan tanda baca lainnya tidak terlampau rapat hingga mudah dibaca oleh penyandang tunanetra. (FOTO : Edi Yusuf/Republika)
Pekerja menyelesaikan pembuatan Alquran braille di Percetakan Yayasan Penyantun Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/3/2024). Alquran braille yang dicetak di Wiyata Guna menggunakan mesin cetak klasik Braille Press Thomson tahun 1952, dan satu-satunya yang masih beroperasi di dunia. Sejak menjelang Ramadhan, produksi Alquran Braille mengalami peningkatan untuk didistribusikan ke seluruh Indonesia. Kelebihan Alquran Braille yang dicetak dengan mesin thomson ini dibanding dengan buatan digital adalah lebih enak dibaca karena jarak antar huruf dan tanda baca lainnya tidak terlampau rapat hingga mudah dibaca oleh penyandang tunanetra. (FOTO : Edi Yusuf/Republika)
Pekerja menyelesaikan pembuatan Alquran braille di Percetakan Yayasan Penyantun Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/3/2024). Alquran braille yang dicetak di Wiyata Guna menggunakan mesin cetak klasik Braille Press Thomson tahun 1952, dan satu-satunya yang masih beroperasi di dunia. Sejak menjelang Ramadhan, produksi Alquran Braille mengalami peningkatan untuk didistribusikan ke seluruh Indonesia. Kelebihan Alquran Braille yang dicetak dengan mesin thomson ini dibanding dengan buatan digital adalah lebih enak dibaca karena jarak antar huruf dan tanda baca lainnya tidak terlampau rapat hingga mudah dibaca oleh penyandang tunanetra. (FOTO : Edi Yusuf/Republika)
inline
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pekerja menyelesaikan pembuatan Alquran Braille di Percetakan Yayasan Penyantun Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/3/2024).
Alquran Braille yang dicetak di Wiyata Guna menggunakan mesin cetak klasik Braille Press Thomson tahun 1952, dan satu-satunya yang masih beroperasi di dunia.
Sejak menjelang Ramadhan, produksi Alquran Braille mengalami peningkatan untuk didistribusikan ke seluruh Indonesia.
Kelebihan Alquran Braille yang dicetak dengan mesin Thomson ini dibanding dengan buatan digital adalah lebih enak dibaca oleh penyandang tunanetra karena jarak antara huruf dan tanda baca lainnya tidak terlampau rapat.
sumber : Republika
Advertisement