REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Trenggalek, Mohammad Nur Ibadi mengaku, pihaknya terus mengawasi proses belajar mengajar salah satu Ponpes di Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek. Pengawasan dilakukan setelah pengasuh Ponpes tersebut ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan terhadap santriwatinya.
Setelah mencuatnya kasus tersebut, Ibadi memastikan, kegiatan belajar mengajar di Ponpes tersebut masih berjalan. Ibadi mengatakan, proses belajar mengajar di Ponpes tersebut tidak bisa langsung dibekukan, demi kemaslahatan yang lebih besar.
"Proses belajar mengajar berjalan, sembari menunggu proses. Jadi santri tetap harus diutamakan. Kalau berpikir sepihak, misalnya kegiatan belajar mengajar dibekukan, ya kasihan. Karena menyangkut peserta didik serta nasib guru di situ," kata Ibadi, Selasa (19/3/2024).
Ibadi mejelaskan pondok pesantren tersebut memiliki empat satuan pendidikan yaitu SMK, Madrasah Aliyah, SMP, dan Madrasah Diniyah. Artinya, kata dia, orang yang menggantungkan hidup di pondok pesantren tersebut juga tidak sedikit.
"Pondok pesantren tersebut memiliki lima Izop, yaitu Izop pondok pesantren, SMK, Madrasah Aliyah, SMP, dan Madrasah Diniyah," ujarnya.
Ibadi menegaskan, Kemenag Trenggalek mendukung penuh penyidikan yang saat ini berjalan di Polres Trenggalek. Pengungkapan kasus tersebut menurutnya sangat penting untuk menjaga citra baik pondok pesantren.
"Jadi agar tidak digeneralisasi semua pondok pesantren sama, (kasus) itu hanya oknum saja. Jalankan proses hukum, jangan ditutup-tutupi, kiai kan banyak, kasihan kiai yang besar dan pondok pesantren yang bagus jika semua dicap sama," ujarnya.
Dalam kasus tersebut, Polres Trenggalek telah menetapkan dua orang tersangka. Yaitu pengasuh pondok pesantren berinisial M (72 tahun) dan putranya berinisial F (37). Terhadap kedua tersangka pun telah dilakukan penahanan.
Kapolres Trenggalek, AKBP Gathut Bowo Supriyono mengatakan, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap lebih dari lima orang saksi dalam kasus tersebut. Sementara korban yang bersedia buka suara dan memberikan keterangan sudah 10 orang.
"Kemungkinan penambahan korban bisa terjadi karena masih ada pemeriksaan saksi lagi siapa-siapa saja yang menjadi korban, karena tidak semuanya mau bercerita," kata dia.