REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior INDEF, Dradjad Wibowo mengatakan, penumpang tidak perlu khawatir terhadap aturan barang bawaan penumpang yang ada dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 36/2023. Alasannya karena batas jumlah dan nilai barang secara umum cukup masuk akal.
Hal ini disampaikan Dradjad menanggapi pembatasan barang bawaan penumpang. Dradjad menjelaskan, barang bawaan penumpang diaturnya dalam pasal 31 ayat 2 butir q dari Permendag 36/2023. Isinya tentang barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, atau pelintas batas.
Pasal 31 ini mengatur impor atas barang yang disebut Barang Bebas Impor (BBI). “Bahasa mudahnya, orang dan badan yang tidak memiliki izin impor tetap diizinkan mengimpor BBI dengan syarat ‘tidak untuk kegiatan usaha’. Penumpang umum tergolong ke dalam orang/badan yang tidak punya izin impor,” tutur Dradjad, Selasa (19/3/2024).
Batas jumlah dan nilai barang sesuai Pasal 31 itu diatur dalam Lampiran 4 yang berjumlah 139 halaman. “Secara umum, batasnya cukup masuk akal,” kata Dradjad.
Dicontohkannya, misalnya untuk mainan, batasnya adalah 1500 dolar AS atau sekitar Rp 22,5 juta per orang. Jika sepasang suami istri membawa oleh-oleh mainan senilai di atas Rp 45 juta, wajarlah jika mereka harus membayar pajak dan bea ke negara.
Lebih lanjut Dradjad menjelaskan, Permendag 36/2023 itu bukan secara khusus mengatur barang bawaan penumpang dari luar negeri. Permendag tersebut adalah tentang kebijakan dan pengaturan impor. Jadi isinya meliputi semua jenis barang yang impornya diatur negara. Barang yang impornya tidak diatur negara, tidak masuk dalam Permendag.
Impor sendiri didefinisikan sebagai kegiatan memasukkan barang ke daerah pabean. Gampangnya, masuk ke Indonesia. “Jadi barang bawaan sebelum berangkat tidak tergolong impor, meski seandainya dia eks-impor. Perlu diketahui, definisi ini sudah diberlakukan sejak puluhan tahun lalu, sejak Indonesia mengatur impor,” papar Dradjad.
Hal yang masih belum jelas bagi Dradjad adalah pembatasan ponsel, komputer genggam dan komputer tablet. Jumlahnya dibatasi 2 unit per orang dengan ketentuan satu kedatangan dalam satu tahun.
“Karena Pasal 31 mengatur BBI, apakah ini berarti jika kita impor 1 atau 2 ponsel misalnya dalam satu tahun, maka BC akan menerbitkan IMEI tanpa mengenakan bea masuk terhadap ponsel tersebut? Jika benar demikian, Permendag 36/2023 justru lebih memudahkan kita membeli ponsel di luar negeri,” papar Dradjad.
Bukan hal baru
Permendag terkait impor, menurut Dradjad, bukanlah barang baru. Kebijakan pokok dalam Permendag 36/2023 sebenarnya adalah tentang perubahan pengawasan impor dari post border kembali menjadi border.
“Permendag dan peraturan menteri sektor lainnya sudah puluhan kali diubah. Mengingat satu barang bisa mempunyai banyak kode pos tarif atau HS (harmonized system), lampiran dari berbagai peraturan menteri itu bisa berisikan ratusan bahkan ribuan halaman. Permendag 36/2023 sendiri memiliki 1323 halaman,” papar Dradjad, yang juga Ketua Dewan Pakar PAN tersebut.
Kedua, lanjut Dradjad, Permendag 36/2023 adalah produk lintas-kementerian. Permendag memang ditandatangani Menteri Perdagangan, karena sesuai kewenangannya. “Namun, konten peraturannya merupakan kesimpulan dari rapat berbagai kementerian/lembaga di bawah koordinasi Kantor Kemenko Perekonomian,” kata Dradjad.
Ketiga, pengaturan impor oleh negara sudah dilakukan selama puluhan tahun. Permendag dan peraturan menteri sektor lainnya sudah puluhan kali diubah.
Mengingat satu barang bisa mempunyai banyak kode pos tarif atau HS (harmonized system), lampiran dari berbagai peraturan menteri itu bisa berisikan ratusan bahkan ribuan halaman. Permendag 36/2023 sendiri memiliki 1323 halaman.