REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menandatangani perjanjian kerja sama tentang pemanfaatan data dan/atau informasi dalam rangka peningkatan kepatuhan dan pemenuhan kewajiban pembayaran penerimaan negara.
Penandatanganan kerja sama dilakukan Kepala BPH Migas Erika Retnowati dan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo di Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Erika Retnowati dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, mengatakan ruang lingkup perjanjian meliputi pertukaran data dan/atau informasi badan usaha (BU), yang berasal dari pelaporan iuran BU kepada BPH Migas dan dokumen pelaporan BU terkait perpajakan kepada DJP.
BPH Migas, katanya, berperan mengawal salah satu komponen pendapatan negara berupa penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor hilir migas.
"Realisasi PNBP BPH Migas tahun 2023 yang berasal dari BU hilir migas mencapai Rp1,39 triliun atau 108,97 persen dari target Rp1,28 triliun," ujarnya saat penandatanganan.
Meski demikian, Erika mengakui masih ditemukan berbagai celah yang berpotensi merugikan penerimaan negara.
"BPH Migas terus berupaya mengevaluasi setiap kinerja dan kebijakan yang dibuat untuk meminimalisir celah-celah yang berpotensi mengakibatkan kerugian terhadap penerimaan negara, sehingga PNBP di sektor hilir migas dapat terealisasi secara optimal," katanya.
Erika mengatakan ide kerja sama muncul setelah ada evaluasi dan benchmarking terhadap proses bisnis pelaporan BU dalam pemenuhan kewajiban iuran PNBP, yang mana terdapat tahapan tertentu yang serupa dengan proses bisnis pelaporan BU dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.
Inisiasi tersebut pun didukung penuh DJP dengan melakukan diskusi yang konstruktif secara bertahap.
Hasilnya, perjanjian kerja sama diyakini mampu memberikan dukungan bagi kedua belah pihak dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai bagian dari pemerintah yang turut mengawal penerimaan negara.
"Dasar pengenaan besaran iuran dan pajak pertambahan nilai (PPN) adalah sama-sama berdasarkan nilai penjualan, yaitu harga dikalikan volume. Untuk iuran dikalikan dengan tarif iuran niaga BBM dan pengangkutan gas bumi sebesar 0,025 persen, sedangkan untuk pengenaan PPN dikalikan tarif 11 persen," ujar Erika.
Atas kesamaan dasar pengenaan tersebut, lanjutnya, seharusnya BU melaporkan nilai penjualan yang sama baik ke BPH Migas maupun ke DJP.
"Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ditemukan ada beberapa BU, yang melaporkan berbeda antara penjualan kepada BPH Migas dengan Ditjen Pajak," paparnya.
Erika juga mengatakan tujuan perjanjian kerja sama adalah agar mampu membuat transparansi dan kepatuhan BU dalam melakukan pembayaran iuran, sehingga dapat meningkatkan PNBP, serta efektivitas dan efisiensi administrasi iuran.
Tak hanya untuk BPH Migas, melalui perjanjian kerja sama itu, DJP juga mampu mendapatkan manfaat dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai garda terdepan penerimaan negara di sektor pajak.
Kerja sama antara BPH Migas dan DJP nantinya akan berbentuk suatu sistem terintegrasi, yang akan memudahkan pengawasan, meningkatkan kepatuhan BU, serta mendorong pelaporan keuangan yang lebih transparan, dan akuntabel.
Selain itu, menurut Erika, juga dapat mengurangi potensi kecurangan yang mungkin dilakukan oleh BU maupun pemungut iuran.
Sementara itu, Suryo Utomo menyampaikan pembangunan sistem data terintegrasi akan membuat penerimaan negara lebih akurat dan pengeluaran uang negara dapat efektif.
"Alhamdulillah, kita bisa merealisasikan keinginan bersama untuk bertukar data melalui kerja sama ini dan semoga negara mendapatkan manfaat yang banyak," katanya.
DJP juga menekankan pentingnya menjaga kerahasiaan data, serta mempergunakannya sebagaimana mestinya. Selain BPH Migas, DJP juga telah menandatangani kerja sama pemanfaatan data dengan BPKP dan Ditjen Bea Cukai Kemenkeu.
Hadir dalam acara antara lain Anggota Komite BPH Migas Abdul Halim, Sekretaris BPH Migas Patuan Alfon S, Direktur BBM BPH Migas Sentot Harijady, serta Direktur Data dan Informasi Perpajakan DJP Dasto Ledyanto.