REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat polisi dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menilai semestinya tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi, suap, dan pemerasan Firli Bahuri sudah bisa dilakukan penahanan. Sehingga hal ini terlihat tidak ada progres terkait proses hukum terhadap mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.
“Kalau melihat alasan obyektif maupun subyektif secara umum sebenarnya penyidik sudah bisa menahan FB. Problemnya sampai sekarang publik hanya bisa melihat tak ada progres yang berarti terkait proses hukum pada FB,” ujar Bambang Rukminto saat dikonfirmasi, Rabu (20/3/2024).
Selain itu, kata Bambang, dikembalikannya berkas oleh Kejaksaan bisa diartikan penyidik memang belum memenuhi bukti-bukti yang diminta Kejaksaan. Kemudian juga bisa diartikan belum ada keseriusan dari penyidik Polda Metro serta indikasinya tentu ada pertimbangan-pertimbangan non hukum sehingga proses terlalu lama. Pertimbangan non hukum itu bisa politik atau personal.
“Pertimbangan politik diantaranya untuk menjadi kondusifitas politik karena menjelang Pemilu, dan kasus FB ini juga tak lepas dari kasus politisi SYL. Tetapi setelah Pemilu usai, harusnya progressnya bisa lebih cepat,” terang Bambang.
Lebih lanjut, jika tidak kunjung ditahan meski Pemilu 2024 selesai, maka asumsi hanh muncul adalah alasan personal. Yaitu saling sandera antara kasus Firli Bahuri dengan kasus DJKA yang diduga melibatkan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto. Sehingga asumsi-asumsi seperti itu pasti akan muncul apabila tak ada progres yang signifikan terkait status Firli Bahuri.
“Posisi penyidik menjadi dilematis, karena satu sisi harus profesional, tetapi di sisi lain harus menjaga kepentingan atasan,” kata Bambang.
Karena itu Bambang menyarankan pihak pneyidik Polda Metro Jaya segera melanjutkan proses dan melengkapi berkas sehingga bisa P-21 sesuai permintaan kejaksaan. Juga tidak menutup kemungkinan untuk memanggil paksa, bahkan menahan Firli Bahuri. Tentu saja, ketidak-kooperatifan yang bersangkutan sudah cukup untuk menjadi alasan penahanan.
Selanjutnya, kata Bambang, jika tidak ada progress yang signifikan terkait penyidikan berupa penahanan atau penyidik tak mampu melengkapi berkas. Sehingga P-21 seperti yang diminta Kejaksaan, sebaiknya kepolisian segera mengeluarkan SP3 agar tidak menggantung hak asasi Firli Bahuri.
“Toh SP3 juga tidak berarti harga mati, bukan nebis in idem yg merupakan ranah pengadilan, di mana penyidikan kasus tersebut bisa dibuka kembali bila ada bukti-bukti baru,” terang Bambang
Sebelumnya Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto membeberkan alasan pihaknya belum melakukan penahanan terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Firli Bahuri. Menurutnya, untuk menahan seorang tersangka membutuhkan taktik dan strategi yang tepat agar lebih efisien dan tidak membuang-buang waktu.
“Menahan itu gampang kok, hari ini kalau memang bisa tahan ya saya tahan. Tapikan kita perlu taktik dan strategi yang tepat, sehingga nanti kita jangan buang-buang waktu,” ucap Karyoto.
Selain itu, Firli juga mengatakan jangan sampai menahan seseorang secara berlebihan. Artinnya, jika nanti tidak cukup bukti kemudian dicarikan perkara lain untuk menahan yang bersangkatan.
Dia menegaskan penahanan terhadap seorang tersangka harus berlandaskan fakta. Karena itu, saat ini penyidik Polda Metro Jaya tengah mengumpulkan bukti-bukti dan dijadikan satu.
“Kalau berkembang nanti kami tidak mau dikatakan nyicil perkara. Kalau nyicil perkara itu, saya punya terhadap satu tersangka itu punya tuduhan. Satu saya selesaikan, nanti mau habis tambah satu lagi, itu tidak boleh,” tegas Karyoto.