Rabu 20 Mar 2024 19:31 WIB

KOPMAS: Masyarakat Masih Keliru dalam Pemberian Susu Pengganti ASI

39 persen ibu gagal dalam memberikan ASI eksklusif untuk anak.

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Air Susu Ibu (eksklusif)
Foto: ist
Air Susu Ibu (eksklusif)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) menyebut sebagian besar masyarakat masih keliru dalam pemberian susu pengganti Air Susu Ibu (ASI).

Dari hasil penelitian yang dilakukan KOPMAS pada 1.301 para ibu di Jabodetabek menunjukkan bahwa sebanyak 39 persen ibu gagal dalam memberikan ASI eksklusif untuk anak.

"Penyebabnya adalah ibu terpisah dari bayi karena alasan bekerja, serta ibu rumah tangga yang tidak mendapat dukungan yang baik selama menyusui," ujar Sekjen KOPMAS Yuli Supriati, di Jakarta, Rabu (20/3/2024).

Kemudian sebanyak 27 persen ASI eksklusif terhenti sejak bayi berusia satu bulan dan 44 persen terhenti di usia lima bulan, sisanya sebanyak 28,5 persen ASI eksklusif terhenti pada rentang usia dua hingga empat bulan.

Dari hasil studi diketahui bahwa pada saat ASI untuk bayi terhenti, maka ibu memberikan makanan atau susu pengganti ASI. Sebanyak 85,7 persen ibu yang terkendala ASI memberikan susu formula untuk bayi, 7 persen ibu memberikan kental manis, 4,4 persen ibu memberikan UHT, 1,6 persen ibu memberikan air teh/air gula/air tajin, dan sisanya sebanyak 1,3 persen ibu memberikan susu murni untuk bayinya.

“Dari hasil survei ini patut kita perhatikan bahwa ternyata ibu-ibu yang terkendala dalam memberikan ASI untuk bayi, ternyata masih ada yang keliru memberikan asupan untuk anaknya. Hal itu terlihat dari jenis susu yang diberikan, seperti kental manis, UHT, dan juga susu murni,” ujar Yuli.

Selain kendala dalam hal pemberian ASI eksklusif, survei tersebut juga menyoroti pilihan makanan yang diberikan ibu selama periode MPASI. Pada periode MPASI, selain bahan-bahan seperti telur, ikan, sayur, dan buah-buahan yang diberikan untuk anak, pihaknya juga menemukan 8,1 persen ibu menambahkan susu murni ke dalam MPASI anak, 6 persen menambahkan kental manis, 2,2 persen memberikan UHT, serta 2,8 persen memberikan air gula atau teh.

Guru Besar Ilmu Gizi Universitas Muhammadyah Jakarta (UMJ) Prof Tria Astika Endah Permatasari mengatakan dari hasil survei itu semakin meyakinkan adanya peringatan jika generasi penerus bangsa banyak yang tidak mendapat asupan yang tepat sejak bayi.

"Jika tidak diantisipasi, kedepannya akan menjadi beban bagi masyarakat dan juga negara,” ujar Tria.

Dokter anak RS Permata Depok dr Agnes Tri Harjaingrum menjelaskan ASI adalah satu-satunya asupan yang dapat diberikan untuk bayi usia 0 hingga 6 bulan. Namun demikian ada beberapa situasi yang membuat ibu terkendala memberikan ASI untuk anak, sehingga ibu harus memberikan pengganti ASI berupa susu formula.

“Jangan sampai kita memaksakan ASI eksklusif, sementara memang situasinya tidak memungkinkan. Ini justru berbahaya bagi anak, yang harus diperhatikan adalah memastikan kebutuhan nutrisi bayi dan anak terpenuhi,” kata Agnes.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement