Kamis 21 Mar 2024 19:24 WIB

Apa Itu Post Concert Depression? Ini Penjelasan Psikolog

Post concert depression ialah bentuk luapan emosi yang mendalam usai konser.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Friska Yolandha
Fans menanti konser Taylor Swift.
Foto: AP Photo/Toru Hanai
Fans menanti konser Taylor Swift.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Psikolog Universitas Airlangga (Unair) Atika Dian Ariana mengomentari curhatan penonton yang mengalami  post concert depression usai menyaksikan konser Taylor Swift di Singapore. Post concert depression merupakan guncangan psikologis, dimana seseorang merasa sedih atau hampa, setelah konser berakhir.

Atika mengatakan, post concert depression merupakan bentuk dari luapan emosi yang terasa secara melankolis dan menimbulkan kesedihan yang mendalam seusai konser. Menurutnya, perasaan tersebut secara diagnosis bukanlah tergolong gangguan mental.

Baca Juga

"Namun, hal ini bukanlah hal remeh dan harus mendapat perhatian dengan baik karena akan berdampak pada keberlangsungan hidup sehari-hari,” kata Atika, Kamis (21/3/2024). 

Atika menerangkan, post concert depression dapat terjadi karena adanya ekspektasi yang luar biasa yang terbentuk sebelum konser berlangsung. Umumnya, mereka sebagai penonton dan penggemar memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap konser tersebut dan merencanakan hal bahagia selama konser tersebut berlangsung. 

Luapan emosi dan perasaan bahagia terluapkan saat konser, ditambah ekspektasi tinggi yang mereka bentuk sebelum konser terbayar dengan lunas. Namun, luapan emosi tersebut menjadi faktor pemicu terjadinya post concert depression pada penonton dan penggemar.

"Rasa bahagia tidak dapat diungkapkan, terutama konser tersebut merupakan hal yang dinanti sejak lama. Namun, setelah konser itu berakhir mereka mengalami perubahan suasana yang ekstrem. Mereka harus kembali pada aktivitas sehari-hari yang tak seindah saat konser itu berlangsung,"  ujarnya.

Ia menambahkan, faktor lain yang dapat memicu terjadinya post concert depression yakni kehidupan pasca-pandemi yang terjadi tiga tahun lalu. Masa pandemi menyebabkan mobilitas kehidupan terbatas, terutama menonton konser. Konser tersebut menjadi momen yang paling dinanti setelah kehidupan pascapandemi.

Atika menerangkan, salah satu gejala yang nampak pada orang dengan post concert depression adalah pikiran negatif, perasaan sedih yang mendalam, dan susah move on dari suasana konser. Susah move on itu menyebabkan rasa ingin kembali lagi pada konser tersebut.

"Bahkan beberapa penggemar yang mengalami susah move on ini rela mengikuti tur di negara lainnya untuk merasakan vibes yang sama. Terkadang, ditambah adanya rasa kecemasan atau anxiety bahwa konser tersebut tidak dapat terulang kembali didalam hidupnya," ucapnya. 

Atika menyebut, penanganan orang dengan post concert depression sama dengan penanganan kasus depresi. Salah satunya, berinteraksi dengan orang sekitar di lingkungan kita. Hal itu membantu orang tersebut untuk kembali pada kehidupan nyatanya.

Atika mengimbau untuk membentuk pola hidup yang sehat kembali. Mulai mengatur jadwal istirahat, pola makan, dan pikiran. Selain itu merancang aktivitas perlu dilakukan untuk meningkatkan sense atas kehidupan yang nyata.

"Pada prinsipnya, seluruh yang terjadi pada kehidupan kita sifatnya come and go. Hal itu bisa datang kapanpun dan juga bisa pergi kapanpun. Namun, perlu diingat hidup tidak stagnan harus dijalankan kembali dan terus melangkah sekaligus membuat langkah selanjutnya yang harus dilakukan," kata dia.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement