REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah dalam banyak catatan disebut sebagai keturunan bangsawan dari tanah Sunda atau tatar Sunda dan Timur Tengah.
Ibu Sunan Gunung Jati berasal dari keluarga kerajaan di Tatar Sunda, catatan dan cerita lisan masyarakat Sunda menyebutkan bahwa Sunan Gunung Jati adalah cucu Prabu Siliwangi. Sementara ayahnya adalah bangsawan di Timur Tengah yang dipercaya garis keturunnya terhubung kepada Nabi Muhammad SAW.
Sunan Gunung Jati adalah alim ulama sekaligus raja atau sultan yang diberi gelar wali oleh masyarakat. Dalam banyak kisahnya, Sunan Gunung Jati setelah menjadi raja atau sultan tidak meninggalkan kewajibannya sebagai seorang ulama atau guru agama Islam pada massanya.
Sehubungan dengan itu, Sunan Gunung Jati sering melakukan perjalanan blusukan ke berbagai daerah pedalaman, dari kampung ke kampung untuk mengenalkan dan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat di Tatar Sunda. Sementara, urusan pemerintahan dititipkan kepada anaknya.
Dijelaskan dalam buku Biografi Sunan Gunung Jati: Sang Penata Agama di Tanah Sunda yang ditulis Wawan Hernawan dan Ading Kusdiana diterbitkan LP2M UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2020. Bahwa di antara pokok perjuangan yang dilakukan oleh Sunan Gunung Jati adalah memberikan pemahaman tentang ajaran agama Islam yang terdapat dalam Alquran dan hadits sebagai sumber ajaran agama Islam.
Permasalahannya adalah bagaimana Alquran dan hadits bisa dipelajari dan dipahami oleh masyarakat di wilayah Tanah Sunda. Tentunya hal ini dapat dilakukan dengan berusaha mengenalkan dan menyebarkan agama Islam kepada seluruh masyarakat di Tanah Sunda. Dengan diterima dan dipeluknya agama Islam oleh masyarakat di Tanah Sunda, maka dengan sendirinya masyarakat di Tanah Sunda akan mengenal ajaran Islam yang bersumber dari Alquran dan hadits. Dengan demikian, masyarakat Tanah Sunda secara perlahan-lahan tapi pasti bisa mengerti dan memahami Alquran dan hadits.
Sebagai realisasi dari pemikiran itu, sebagai langkah awal yang dilakukan Sunan Gunung Jati adalah melakukan dakwah Islam di Cirebon dan ke berbagai daerah pedalaman di Tanah Sunda yang dipimpin langsung oleh Sunan Gunung Jati. Cirebon merupakan pusat yang mengkoordinasi kegiatan dakwah tersebut.
Sejak tahun 1528, Sunan Gunung Jati mencurahkan perhatian dan tenaga sepenuhnya dalam bidang dakwah agama Islam. Tugas-tugas dalam bidang kenegaraaaan diserahkan kepada putranya dan kemudian menantunya.
Dalam rangka melaksanakan dakwah, Sunan Gunung Jati sering melakukan perjalanan keliling atau mengirim utusan ke daerah-daerah pedalaman.
Beberapa daerah pedalaman yang pernah dikunjungi Sunan Gunung Jati adalah Luragung, Kuningan, Sindangkasih, Rajagaluh, Talaga, Ukur, Cibalagung, dan Kluntungbantar (Pagadingan, Idralaya, Batulayang, dan Timbanganten, Tasikmalaya, Sumedang, Cangkuang (Garut), Tatar Ukur (Bandung), dan Cianjur.
Seperti diketahui bahwa sejak tahun 1470, Cirebon berkembang menjadi pusat kegiatan penyebaran dan pendidikan Islam dengan Sunan Gunung Jati sebagai pemimpin dan gurunya. Sejak ditugaskan oleh Sunan Ampel sebagai guru agama Islam di Bukit Sembung Cirebon, Sunan Gunung Jati langsung menjadi guru agama, dan kemudian diangkat oleh masyarakat sebagai kepala daerah setempat untuk memimpin daerah tersebut.
Pada tahun 1479, Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah diresmikan oleh Raja Sunda yang berpusat di Pakuan Pajajaran menjadi kepala daerah Cirebon dengan pangkat Tumenggung dan gelar Susuhunan Jati. Tidak lama setelah itu, Susuhunan Jati memutuskan untuk berdiri sendiri, tidak lagi menginduk kepada Kerajaan Sunda.
Selanjutnya, Sunan Gunung Jati diberi kekuasaan oleh para wali menjadi penata agama Islam atas wilayah seluruh Tanah Sunda dengan berkedudukan di Cirebon. Kedudukan Susuhunan Jati di Cirebon menjadi raja-pendeta.
Sejak tahun 1528, Susuhunan Jati berkeliling ke pelosok-pelosok Tanah Sunda untuk menyebarkan agama Islam ke segenap lapisan masyarakat. Kedudukannya sebagai penguasa diwakilkan kepada putranya yang bernama Pangeran Pasarean.