Kamis 21 Mar 2024 21:41 WIB

Kemenkes: Pengembangan Nyamuk dengan Wolbachia Diterapkan di Enam Kota

Wolbachia adalah bakteri yang dapat menurunkan replikasi virus dengue.

Red: Friska Yolandha
Nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia dewasa terlihat dari mikroskop untuk penelitian di Insektarium Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, Sabtu (2/12/2023). Sejak 2011 Insektarium UGM mengembangbiakkan atau berternak nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia. Tujuan nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia dikembangbiakkan untuk menekan penularan virus demam berdarah di masyarakat. Mulai 2015 pelepasan telur Aedes aegypti mulai dilakukan di lingkungan masyarakat. Saat ini, Insektarium UGM bisa memanen telur nyamuk Aedes aegypti sebanyak 550.000 telur dalam atau periode atau sekitar tiga minggu.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia dewasa terlihat dari mikroskop untuk penelitian di Insektarium Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, Sabtu (2/12/2023). Sejak 2011 Insektarium UGM mengembangbiakkan atau berternak nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia. Tujuan nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia dikembangbiakkan untuk menekan penularan virus demam berdarah di masyarakat. Mulai 2015 pelepasan telur Aedes aegypti mulai dilakukan di lingkungan masyarakat. Saat ini, Insektarium UGM bisa memanen telur nyamuk Aedes aegypti sebanyak 550.000 telur dalam atau periode atau sekitar tiga minggu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi mengatakan bahwa program nyamuk ber-wolbachia yang digunakan untuk mengatasi demam berdarah dengue kini diimplementasikan di enam kota.

"Jadi ada lima kota yang sudah jalan dan satu lagi Denpasar," ujar Imran dalam gelar wicara #Ayo3mplusvaksinDBD di Jakarta, Kamis (21/3/2024).

Baca Juga

Selain Denpasar, kota- kota tersebut adalah Semarang, Bandung, Jakarta Barat, Bontang, dan Kupang.

Wolbachia adalah bakteri alami pada 60 persen serangga, dan dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, dapat menurunkan replikasi virus dengue, sehingga dapat mengurangi kemampuan nyamuk itu dalam menularkan demam berdarah.

Dia menjelaskan bahwa penelitian tentang wolbachia telah dilakukan berbagai negara oleh berbagai ahli, dan berbagai diskusi ilmiah menjelaskan bahwa penggunaan bakteri tersebut aman.

Menurutnya, partisipasi dan dukungan masyarakat mengenai wolbachia masih rendah karena minimnya informasi serta banyaknya hoaks yang beredar.

Dalam kesempatan itu dia meminta media massa untuk turut menyebarkan informasi yang benar mengenai program tersebut guna mengedukasi masyarakat.

Dia menilai selain inovasi berupa nyamuk ber-wolbachia, perlu inovasi yang lain guna menanggulangi penyakit itu, contohnya vaksin untuk dengue.

Sejauh ini, kata dia, terdapat dua vaksin, yaitu Dengvaxia yang diberikan pada anak berusia 9-16 tahun, namun perlu skrining awal status serologi terlebih dahulu.

"Sedangkan yang vaksin Qdenga itu rentangnya bisa lebih lebar, usianya sampai 45 tahun, diberikan dosisnya dua kali dan tanpa skrining awal," katanya.

Imran menyebutkan bahwa vaksin dengue tersebut telah masuk program daerah meski secara terbatas, contohnya Kalimantan Timur pada tahun lalu. 

"Jadi untuk anak-anak usia sekolah, usia ini kelas 3, 4, dan 6 itu di kota Balikpapan," katanya.

Dalam kesempatan itu dia menggarisbawahi bahwa demam berdarah dengue masih menjadi masalah kesehatan, dan masih menjadi beban yang cukup tinggi dan sering menimbulkan kejadian luar biasa serta kematian, baik di dunia maupun di Indonesia.

Dia mengutip WHO, yang menyebutkan bahwa 3,9 miliar orang dari 128 negara berisiko terkena DBD. Adapun lebih 100 dari negara tersebut adalah negara endemis, dan mayoritas berada di Afrika, Asia dan Amerika Latin.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement