Kamis 21 Mar 2024 23:51 WIB

PBB: Perlu Aksi Global Lebih Kuat untuk Atasi Krisis di Myanmar

Junta militer tingkatkan serangan ke warga sipil Myanmar

Red: Nashih Nashrullah
Analisis menilai penyelesaian krisis di Myanmar terhambat oleh meningkatnya impor persenjataan junta militer.
Foto: VOA
Analisis menilai penyelesaian krisis di Myanmar terhambat oleh meningkatnya impor persenjataan junta militer.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Pelapor khusus PBB untuk situasi HAM di Myanmar Tom Andrews pada Rabu (20/3/2024) menyerukan aksi internasional yang lebih kuat untuk mengatasi krisis di Myanmar ketika junta militer meningkatkan serangan terhadap warga sipil di sana.

“Kemunduran yang dialami junta militer Myanmar, akibat kekalahan besar di medan perang dan meluasnya penolakan warga, telah meningkatkan serangan terhadap warga sipil, sehingga diperlukan aksi internasional yang lebih kuat dan terkoordinasi,” kata dia dalam pidatonya di Dewan Hak Asasi Manusia.

Baca Juga

Andrews menyerukan diakhirinya “kebijakan lunak dan keterlibatan dengan junta tanpa syarat” dan mengatakan bahwa "syarat pertama adalah menghentikan pembunuhan.”

Dia menekankan bahwa dalam lima bulan terakhir, terjadi serangan udara terhadap warga sipil meningkat lima kali lipat.

“Sekarang, junta telah meluncurkan program perekrutan militer secara paksa, mendorong generasi muda bersembunyi, meninggalkan negara itu, atau bergabung dengan pasukan perlawanan–anak-anak muda yang enggan terlibat dalam aksi kebrutalan junta,” kata dia.

Andrews mengatakan meski ada perintah sementara dari Mahkamah Internasional terkait kasus genosida yang diajukan oleh Gambia, pelanggaran hak asasi manusia sistematis terhadap warga etnis Rohingya terus terjadi.

“Mereka yang berharap pada junta untuk memulihkan ketertiban dan stabilitas di Myanmar kecewa. Junta adalah penyebab utama kekerasan, ketidakstabilan, kemerosotan ekonomi, dan pelanggaran hukum di negara ini,” kata dia.

Andrews memperingatkan bahwa kekacauan di Myanmar dapat meluas ke kawasan dan dunia, dan mendesak komunitas internasional memberi dukungan lebih besar sampai kekejaman junta berakhir.

Myanmar, negara di Asia Tenggara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, berada di bawah kekuasaan junta sejak Februari 2021. Militer, yang dikenal sebagai Tatmadaw, menghadapi perlawanan sengit dari kelompok etnis di banyak wilayah di negara itu.

Setidaknya tiga kelompok etnis bersenjata dalam Aliansi Persaudaraan telah melawan rezim junta untuk merebut kendali di Myanmar utara sejak akhir Oktober.

Mereka menyerang pasukan junta dan merebut banyak kota dan pos militer. Banyak orang dilaporkan tewas dalam serangan tersebut.

photo
Aktivis Myanmar dieksekusi mati. - (Aljazirah/bbc)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement