REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan regulasi dalam UU No. 13 Tahun 2003 (Undang-Undang Ketenagakerjaan) dan UU No.11 Tahun 2020 (Undang-Undang Cipta Kerja) telah membawa dampak signifikan terhadap aspek keuangan Indonesia, salah satunya adalah Imbalan pasca kerja yang diatur dalam PSAK 24.
Dalam dunia akuntansi Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) berperan sebagai aturan fundamental yang mengatur aspek keuangan perusahaan, termasuk imbalan pascakerja. PSAK 24, yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) di bawah naungan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), menjadi pedoman utama dalam pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan imbalan pascakerja.
Imbalan ini mencakup berbagai bentuk kompensasi yang diberikan kepada karyawan setelah merekam enyelesaikan masa kerjanya, seperti pensiun, asuransi kesehatan, dan manfaat lainnya.
Menerapkan PSAK 24 menjadi sangat penting bagi perusahaan dalam menjaga daya saing dan memenuhi kewajiban hukum mereka. Hal ini juga membantu menjaga kepercayaan karyawan, investor, dan pemangku kepentingan lainnya, serta mempertahankan reputasi dan kepercayaan publik terhadap perusahaan.
Dengan mengikuti pedoman PSAK 24, perusahaan dapat memastikan transparansi keuangan yang mendukung keberlanjutan dan kesejahteraan karyawan jangka panjang.
Salah satu alasan utama mengapa perusahaan harus menerapkan PSAK 24 adalah prinsip akuntansi accrual basis, yang mengharuskan pencatatan transaksi keuangan dilakukan saat terjadinya transaksi. Ini berarti perusahaan harus mengakui utang (liability) untuk imbalan yang akan jatuh tempo di masa depan. Jika laporan keuangan perusahaan tidak mencakup akun untuk imbalan pasca kerja, maka secara tidak langsung perusahaan dianggap "menyembunyikan" kewajiban tersebut.
Selain itu, pengelolaan arus kas perusahaan menjadi lebih terkendali jika perusahaan sudah melakukan pencadangan manfaat imbalan pasca kerja dari awal. Hal ini memastikan bahwa pembayaran manfaat imbalan tidak akan secara langsung mengurangi laba, melainkan mengurangi pencadangan kewajiban yang telah dicatatkan dalam laporan keuangan.
Perusahaan wajib melakukan perhitungan imbalan pasca kerja sesuai dengan PSAK 24 setiap tahun, bukan hanya untuk memenuhi kewajiban, tetapi juga untuk membantu persiapan dana untuk imbalan pasca kerja. Manajemen imbalan pasca kerja yang efektif sangat penting dalam bisnis modern. Mengikuti PSAK 24 memungkinkan perusahaan mengidentifikasi risiko dan peluang terkait imbalan pasca kerja yang penting untuk manajemen aset.
PSAK 24 juga mendukung integritas dan transparansi perusahaan. Menyajikan informasi imbalan pascakerja yang akurat dalam laporan keuangan membangun kepercayaan investor dan penting untuk citra perusahaan yang positif. Menyediakan imbalan pascakerja sesuai dengan PSAK 24 bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga menunjukkan perhatian perusahaan terhadap martabat karyawan dan budaya perusahaan yang bertanggung jawab.
Dalam konteks imbalan pascakerja, peranan aktuaris sangat penting karena mereka memiliki keahlian khusus dalam matematika keuangan dan statistik untuk menghitung imbalan pasca kerja sesuai dengan PSAK 24. Mereka memprediksi dan mengelola risiko keuangan yang terkait dengan program imbalan pasca kerja, serta membantu perusahaan merancang strategi pengelolaan risiko dan keuangan yang efektif. Aktuaris memberikan nilai tambah dalam merumuskan asumsi realistis dan relevan untuk estimasi kewajiban yang akurat, serta memberikan saran tentang pengelolaan risiko terkait fluktuasi pasar dan perubahan demografis karyawan.
Peran aktuaris tidak terbatas pada perusahaan besar saja, tetapi juga penting bagi perusahaan kecil dan menengah (UKM) dalam mengelola imbalan pascakerja mereka.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip aktuaria, UKM dapat mengelola kewajiban imbalanp ascakerja dengan lebih baik, meningkatkan daya saing, dan memastikan keberlanjutan bisnis jangka panjang.
Aktuaris yang bekerja untuk perusahaan atau lembaga publik dikenal sebagai aktuaris publik. Mereka memiliki lisensi dan pengakuan resmi dari lembaga pengawas, seperti Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang menjamin bahwa mereka memenuhi standar profesionalisme dan etika yang tinggi.
Aktuaris publik bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perhitungan imbalan pasca kerja dilakukan secara objektif dan profesional, bebas dari benturan kepentingan, sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 227/PMK.01/2020. Dengan demikian, aktuaris publik memegang peran krusial dalam menerapkan prinsip-prinsip aktuaria dalam praktik bisnis, terutama dalam pengelolaani mbalan pascakerja.
Kantor Konsultan Aktuaria Arya Bagiastra (KKA Arya Bagiastra) merupakan salah satu Kantor Konsultan Aktuaria yang menyediakan layanan aktuaria untuk membantu perusahaan dalam menghitung dan mengelola imbalan pasca kerja sesuai dengan PSAK24.
KKA Arya Bagiastra memiliki tim aktuaris publik yang berpengalaman yang terakumulasi selama lebih dari 20 tahun di industri aktuaria. Aktuaris publik di dalam KKA Arya Bagiastra memiliki lisensi resmi dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang menjamin standar profesionalisme dan etika yang tinggi dalam praktik aktuaria.
“Kami memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan atau AI yang kami kembangkan secara Mandiri. Ini memastikan perhitungan Imbalan Kerja dilakukan dengan kecepatan, yang biasanya memerlukan waktu 10-14 hari kerja kami dapat mengerjakan dalam waktu hanya satu hari kerja,” Kata Data Scientist Valuasi Aktuaria KKA Arya Bagiastra, Ady Tiya.