Sabtu 23 Mar 2024 13:39 WIB

Kajian Ramadan Muhammadiyah - Adi Hidayat: Islam tidak Anti dengan Seni

Alquran tidak menolak seni yang berarti Islam tidak anti dengan seni

Dr. (HC) Adi Hidayat, Lc., MA., yang berkesempatan memberikan pandangan dan pencerahan dengan subtema Pengembangan Praksis Dakwah Kultural: Supporters, K-Popers, dan Masyarakat Seni-Budaya, Selasa (19/03/2024), di Auditorium KH Ahmad Azhar Basyir Gedung Cendekia Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).
Foto: dok UMJ
Dr. (HC) Adi Hidayat, Lc., MA., yang berkesempatan memberikan pandangan dan pencerahan dengan subtema Pengembangan Praksis Dakwah Kultural: Supporters, K-Popers, dan Masyarakat Seni-Budaya, Selasa (19/03/2024), di Auditorium KH Ahmad Azhar Basyir Gedung Cendekia Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembahasan dakwah kultural yang menjadi tema utama dalam Pengkajian Ramadan 1445H PP Muhammadiyah, sangat bersinggungan dengan seni dan budaya. Oleh karenanya tak sedikit narasumber yang memberikan pandangan tentang seni budaya dalam konteks dakwah kekinian. 

Salah satunya Dr. (HC) Adi Hidayat, Lc., MA., yang berkesempatan memberikan pandangan dan pencerahan dengan subtema “Pengembangan Praksis Dakwah Kultural: Supporters, K-Popers, dan Masyarakat Seni-Budaya,” Selasa (19/03/2024), di Auditorium KH Ahmad Azhar Basyir Gedung Cendekia Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).

Menanggapi fenomena kekinian itu, Ustaz Adi Hidayat menegaskan bahwa Alquran tidak menolak seni yang berarti Islam tidak anti dengan seni. Penegasan itu diawali dengan penjelasan mengenai dakwah Rasul pada masa jahiliyah yang 85 persen di antara objek dakwah ialah persoalan budaya. 

Itu ditunjukkan dengan adanya respons yang cepat terhadap setiap tradisi yang muncul. Ustaz Adi Hidayat menceritakan bagaimana atmosfer seni dan sastra pada zaman Rasul sangat kental dengan lahirnya banyak syair dari pujangga. Setiap kegiatan yang dilakukan para pekerja seni atau pujangga itu dengan mudah melahirkan syair-syair. 

Pada zaman itu, ada empat syarat sesuatu disebut syair atau syi’ir yaitu kejelasan dalam penyampaian, khayal atau daya imajinasi yang kuat, gaya penyampaian yang menarik, dan ada musik. Dari empat syarat itu melahirkan 16 rumus yang berisi notasi-notasi, mulai dari notasi arahnya pada pujian, hingga yang membawa pada kemabukan.

Oleh karenanya pada kesempatan itu Ustaz Adi Hidayat mencoba untuk menjelaskan gambaran umum terkait tuntunan tentang dakwah kultural seni budaya agar dapat menjadi basis dalam memutuskan batas-batas dalam berkesenian sehingga dakwah kultural dapat dilakukan sesuai dengan Al-Qur’an.

Ustaz Adi Hidayat mengajak peserta pengkajian untuk melihat Al-Qur’an Surat Asy-Syu’ara ayat 226 dan 227. Pada ayat 226, Allah memberi hukum pada para pujangga yang menciptakan syair-syair yang sesungguhnya tidak dilakukan dan tidak dialaminya dalam artian bukan kejadian sebenarnya.

Namun pada ayat 227, Allah mengecualikannya bagi penyair beriman. “Ayat ini sekaligus mengonfirmasi bahwa Islam tidak anti dengan seni. Karena seni itu produk budaya, dan budaya itu melekat pada manusia,” katanya.

Beberapa catatan yang menjadi syarat bahwa seni dan pekerja atau pegiat seni dibolehkan ialah yang memiliki iman dalam dirinya, tidak memurtadkan jamaahnya, membuktikan imannya dengan membuat karya seni yang mengandung amal saleh yang mengajak untuk mengingat pada Allah, digunakan sebagai wasilah untuk menyampaikan risalah Islam. 

“Orang-orang inilah yang akan dipuji dan ditolong oleh Allah Swt. Yang paling hebat adalah Alquran tidak menolak seni, tapi mengklasifikasikan karya seni. Yang ditolak itu adalah produk yang dihasilkan dari notasi itu,” ungkap Ustaz Adi Hidayat. 

Sementara menanggapi fenomena Supporters dan K-Popers maupun jenis kesenian lainnya, Ustaz Adi Hidayat menekankan agar Muhammadiyah tidak melihat pada seni tapi produk apa yang dihasilkan. Maka dari itu, menurutnya Muhammadiyah perlu memiliki panduan.

“Kita perlu gambaran umum seni budaya dalam Alquran sehingga Majelis Tarjih dapat menyikapi batasan yang haram dan halal. Spektrum panduannya saja sehingga praksisnya kita tahu. Cukup butuh panduan untuk internal Muhammadiyah bagaimana beribadah dan berdakwah sehingga siapa pun bisa merasakan nikmat dari amal usaha Muhammadiyah,” kata Ustaz Adi Hidayat diikuti tepuk tangan jamaah.

Penjelasan Ustaz Adi Hidayat itu selaras dengan karakter Muhammadiyah yang mengambil jalan tengah dalam bersikap. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Prof. Ahmad Najib Burhani pada sesi materi sebelumnya di hari yang sama, bahwa Muhammadiyah begitu progresif dalam melihat realitas masyarakat.

Dari hasil kajiannya, Najib menemukan fakta bahwa Muhammadiyah melakukan rasionalisasi dan demistifikasi. Dengan pendekatan yang moderat, Muhammadiyah berupaya membersihkan ajaran Islam dari penyimpangan budaya dan mitos yang mungkin telah menyelinap ke dalam pemahaman masyarakat.

Dr. (HC) Adi Hidayat, Lc., MA., hadir sebagai narasumber dalam acara rutin tahunan Pengkajian Ramadan PP Muhammadiyah 1445 H. Ustaz adi Hidayat atau yang dikenal UAH merupakan Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah dan mendapat gelar Doctor Honoris Causa dari UMJ dalam bidang Manajemen Pendidikan Islam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement