REPUBLIKA.CO.ID, PASAMAN--Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan 2023 merupakan tahun terpanas sejak pra industrialisasi tahun 1850. Hal ini juga berimbas langsung pada perubahan iklim di dunia termasuk Indonesia.
"Kalau kita bandingkan dengan sebelum industri dimulai atau 1850 sampai dengan 1900, maka 2023 ini merupakan tahun terpanas di mana kenaikannya mencapai 4,45 derajat," kata Sekretaris Utama BMKG Dwi Budi Sutrisno di Kabupaten Pasaman Sumatra Barat, Sabtu (23/3/2024).
Hal tersebut disampaikan Dwi saat menghadiri perayaan titik kulminasi matahari sekaligus Peringatan Hari Meteorologi Dunia Ke-74 yang dipusatkan di Kabupaten Pasaman. Dwi menjelaskan, meskipun angka kenaikan tersebut terdengar kecil, namun hal itu memberikan dampak yang luar biasa terhadap lingkungan seperti mencairnya es di Kutub.
Mencairnya es di Kutub berimbas atau menimbulkan tekanan-tekanan terutama daerah-daerah yang berada di kawasan pesisir. Selain itu, juga terjadi kenaikan permukaan air laut di negara-negara di Pasifik.
Kemudian peningkatan suhu bumi juga mengakibatkan peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian ekstrem misalnya kekeringan, kelangkaan air, kebakaran hutan dan lahan, hujan ekstrem, banjir dan tanah longsor serta berbagai bencana alam lainnya. "Tadi pagi ketika saya melewati Kabupaten Agam sudah ada dua titik longsor," katanya.
Pada peringatan Hari Meteorologi Dunia Ke-74 tersebut Dwi mengatakan, laju emisi di Tanah Air juga semakin meningkat sehingga berdampak pada pemanasan global. Karena itu, ia mengingatkan masyarakat bahwa perubahan iklim akibat kenaikan suhu bumi berdampak besar terhadap keseimbangan alam dan lingkungan.
BMKG mengimbau masyarakat untuk lebih peduli terhadap kondisi yang terjadi. Menurutnya, masyarakat dan semua pihak harus lebih peduli dalam menyikapi perubahan iklim yang terjadi. Sebab, jika terus abai maka akan berdampak buruk terhadap lingkungan sehingga mengganggu tatanan kehidupan.