Senin 25 Mar 2024 04:05 WIB

Perang Sarung Berisiko Hilangkan Nyawa, Mengapa Remaja tak Takut Mati?

Sejumlah remaja telah menjadi korban meninggal akibat tawuran.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Reiny Dwinanda
Polsek Talun jajaran Polresta Cirebon berhasil mengamankan 13 pemuda yang hendak perang sarung, Rabu (20/3/2024) sekitar pukul 00.30 WIB.
Foto: Dok. Humas Polresta Cirebon
Polsek Talun jajaran Polresta Cirebon berhasil mengamankan 13 pemuda yang hendak perang sarung, Rabu (20/3/2024) sekitar pukul 00.30 WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tawuran telah berkali-kali menyebabkan remaja luka-luka dan tak terhitung yang kehilangan nyawa. Belakangan, marak pula "perang sarung" yang tak lain adalah bentuk perkelahian massal juga.

Mengapa remaja tak takut cedera, tak khawatir meninggal saat tawuran? Dari kacamata psikologi, ada beberapa alasan yang membuat mereka berani melakukan perilaku berisiko.

Baca Juga

Salah satu pendiri dan psikolog klinis dewasa di Rumah Dandelion, Nadya Pramesrani, mengatakan ada beberapa faktor yang berperan dalam perilaku berisiko remaja. Menurut Nadya, penting untuk memahami pola pikir remaja untuk dapat memahami mengapa mereka terkadang tidak merasa takut akan risiko.

Salah satu karakteristik khas remaja adalah perasaan keunikan diri mereka. Meskipun kemampuan berpikir mereka sedang berkembang, mereka belum sepenuhnya mampu memprediksi resiko secara matang.

"Kita perlu pahami dulu terkait cara atau pola pikir remaja ya. Jadi salah satu yang karakteristik atau spesifik remaja itu adalah remaja dan sense of uniqueness-nya mereka," kata Nadya kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.

Remaja sering kali merasa bulletproof alias kebal. Mereka meyakini bahwa mereka bisa menghindari konsekuensi negatif dari perilaku berisiko.

Hal ini disebabkan oleh kepercayaan diri yang meningkat dan fokus pada diri sendiri, yang merupakan ciri dari egosentris remaja. Namun, ini juga membuat mereka rentan terhadap perilaku berisiko, seperti eksperimen dengan narkoba, alkohol, atau seks bebas.

Nadia menyebut, remaja cenderung menantang otoritas dan norma sosial karena mereka cenderung melihat segalanya dari sudut pandang ideal. Sering kali, mereka tidak menyadari resiko sebenarnya dari tindakan yang dilakukannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement