Sebab sehari sebelumnya, pihak panitia CIPC mengimbau para peserta untuk membawa makanan ringan dan minuman saat berkunjung ke Juyongguan. Perbekalan itu disebut akan sangat berguna bagi para jurnalis yang berminat mendaki sisi pegunungan barat Juyongguan.
Saat tengah berbincang dengan Salam, jurnalis Muslim lainnya asal Afghanistan, Hasib Noor Mal menghampiri kami dan melontarkan pertanyaan yang sama seperti saya. Saya dan Salam kompak menjawab berpuasa. Hasib, yang usianya tampaknya 30-an akhir, tertawa seraya menyatakan dirinya juga berpuasa.
Begitu tiba di Juyongguan, sebelum mendaki Tembok Besar, para jurnalis peserta CIPC diajak berkeliling ke Museum Hu Chao Xingshu yang berada di area bawah. Tur museum bertujuan memberi informasi ringkas tentang Juyongguan Pass.
Juyongguan adalah benteng terbesar di sepanjang Tembok Besar Cina. Ia dijuluki "The First Strong Pass Under Heaven”.
Juyongguan terletak di lembah yang dikelilingi pegunungan di kedua sisinya. Ia pertama kali dibangun pada Periode Musim Semi dan Musim Gugur (770-476 SM) serta Periode Negara-Negara Berperang (476-221 SM) dengan Negara Bagian Yan sebagai benteng. Juyongguan dihubungkan dengan Tembok Besar Cina pada Dinasti Selatan dan Utara (386-589 Masehi).
Zhu Yuanzhang, kaisar pertama Dinasti Ming (1368-1644), memerintahkan pembangunan kembali jalur tersebut untuk melindungi perbatasan utara dari invasi Mongol. Jalur yang masih ada dibangun kemudian.
Jarak antara puncak gunung sebelah timur dan barat Juyongguan adalah 1.150 meter, membentuk lingkaran tertutup. Gunung Layar Cui setinggi 150 meter berada di sisi timur dan memiliki panjang tembok 1.500 meter.
Di bagian barat terdapat Gunung Kabinet Emas dengan tinggi 351 meter dan panjang tembok 2.100 meter. Kelokan sungai yang menghubungkan kedua gunung tersebut memiliki tambahan tembok sepanjang 57 meter. Pembangunan tembok dua lapis di pegunungan terjal tersebut menggambarkan betapa penting dan strategisnya benteng Juyongguan.
Selanjutnya...