REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pejabat pemerintah Korea Selatan pada Ahad (24/3/2024) mengatakan pengunduran diri masal para profesor kedokteran dan pengurangan perawatan pasien yang dimulai pada pekan depan dikhawatirkan akan memperburuk layanan kesehatan di Korea Selatan.
Dewan Profesor Sekolah Kedokteran Nasional mencatat bahwa para profesor sekolah kedokteran di seluruh negeri akan mulai mengajukan pengunduran diri pada Senin (25/3/2024) dan akan mengurangi jam kerja tiap pekan menjadi 52 jam dengan menyesuaikan operasi dan perawatan medis lainnya.
Mulai 1 April 2024, profesor kedokteran juga akan meminimalkan layanan medis bagi pasien rawat jalan agar fokus pada pasien yang sakit parah dan perawatan pasien darurat. Sementara itu, lebih dari 90 persen dari 13 ribu dokter yang menjalani pelatihan di negara tersebut telah melakukan pemogokan selama sekitar satu bulan dan melakukan pengunduran diri massal untuk memprotes keputusan pemerintah untuk meningkatkan kuota pendaftaran sekolah kedokteran sebesar 2.000 kursi dari saat ini 3.058 kursi.
Di sisi lain, pemerintah berencana untuk segera menangguhkan izin bagi para dokter pelatihan yang mogok kerja. Menteri Kesehatan Korea Selatan Cho Kyoo-hong turut menyuarakan keprihatinan mendalam atas rencana pengunduran diri para profesor kedokteran dan meminta untuk berpihak pada pasien.
“Pemerintah akan lebih memperkuat sistem tanggap medis darurat untuk meminimalkan gangguan terhadap layanan medis yang disebabkan oleh tindakan kolektif,” kata Menteri Cho. Pemerintah Korea Selatan telah menegaskan bahwa rencana peningkatan jumlah mahasiswa kedokteran sebanyak 2.000 orang bukanlah hal yang perlu dinegosiasikan dan pemerintah berjanji akan mengambil tindakan sesuai dengan hukum dan prinsip.
Tindakan tersebut dimulai dengan mengambil langkah-langkah administratif untuk menangguhkan izin para dokter yang melakukan mogok kerja karena melewatkan tenggat waktu yang ditetapkan pemerintah untuk kembali bekerja pada akhir bulan lalu. Penangguhan tersebut akan mulai berlaku pada Selasa (26/3/2014) mendatang bagi beberapa dokter.
Berdasarkan undang-undang kedokteran Korea Selatan, dokter yang menolak perintah negara untuk kembali bekerja dapat menghadapi skorsing minimal tiga bulan, serta dakwaan dari jaksa. Sebelumnya sebuah asosiasi pasien sakit kritis telah mendesak pemerintah untuk memberikan solusi praktis dan meminta para dokter untuk menahan diri dengan mengatakan bahwa pemogokan oleh para profesor dalam situasi saat ini sama dengan hukuman mati bagi pasien.