REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prospek bisnis ritel termasuk pusat perbelanjaan dinilai masih memiliki potensi menjanjikan di Indonesia.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menyebut, keberlangsungan bisnis ritel ini dipengaruhi adanya pertumbuhan kelas menengah. "Bisnis ritel sepanjang kita memang punya kelas menengah ya yang tumbuh, ya bisnis ritel masih akan tetap prospektif," ujar Faisal dalam keterangannya, Ahad (24/3/2024).
Karena itu, saat ini mulai muncul mal-mal baru yang menandakan geliat pertumbuhan kelas menengah atas. Namun demikian, hal ini tidak terjadi di kalangan menengah ke bawah.
"Yang harus dilihat kalau mal-mal yang baru seperti AEON dan lain lain itu karena mengandalkan pada kalangan menengah ke atas. Segmen pasar di sana masih relatif kuat, tetapi kalau ritel yang menengah ke bawah sekarang saya lihat dari sisi daya beli kan melemah ya, jadi ritel-ritel yang menyasar pada kelompok itu sekarang justru kurang bagus pertumbuhannya," ujarnya.
Faisal menjelaskan, meski prospektif, bisnis ritel rentan terhadap perubahan kebiasaan/perilaku daripada konsumen. Di Indonesia sendiri, terjadi perubahan perilaku konsumen yang berpengaruh terhadap keberlangsungan bisnis ritel. Khususnya setelah pandemi, membuat bisnis ritel melemah.
"Setelah kita melewati pandemi justru saya melihat setelah 2022 terutama, indeks penjualan ritel kan melemah ya di 2023 dan masih sampai dengan sampai dengan akhir 2023 itu pertumbuhannya lambat ya," ujarnya.
Faisal melanjutkan, secara umum itu bisnis ritel tumbuh hanya satu persen di quartal terakhir 2023 ya, dibandingkan periode tahun sebelumnya (yoy). Kondisi ini yang harus ditangkap oleh para pelaku bisnis ritel agar tetap kompetitif.
"Jadi ada perlambatan dalam pertumbuhan ritel, yang artinya ini masalah tingkat konsumsi daripada masyarakat yang lebih lambat juga. Walaupun akhir-akhir ini ada tren peningkatan tapi itu kita harus liat juga setelah lebaran apakah akan terus meningkat atau tidak gitu ya," ujarnya.