REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Fraksi Demokrat DKI menilai Pemilu 2024 dimenangkan kekuatan kapital oligarki. Yakni, diduga adanya politik jual beli suara dalam pelaksanaan pesta demokrasi.
"Politik jual beli suara akan membuat rakyat tenggelam dalam pesta oligarki, mengutuk orde baru tapi meniru tanpa malu," kata Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Taufik Hidayat atau Tope di Jakarta, Senin (25/3/2024).
Tope menjelaskan, mereka yang tidak memiliki modal kapital berlimpah dipastikan tersingkir. Termasuk juga bagi mereka yang menolak menggadaikan diri pada para tuan modal.
Pada Pemilu 2024 ini, ungkapnya, kaderisasi, artikulasi dan agregasi tereliminasi dalam sistem politik transaksional, lantaran adanya variabel kapital. Menurut dia, pihaknya senantiasa konsisten membantu rakyat mulai dari kelahiran hingga kematiannya. Misalnya menolong lahiran anak warga, sekolah anak hingga lulus sekolah dibantu untuk mendapatkan akses pekerjaan.
Namun sayangnya, lanjutnya, saat Pemilu 2024, warga tersebut malah memilih partai lain hanya karena diberi Rp 200 ribu per orang. Oleh karena itu, dia menilai, rakyat ikut menikmati politik jual beli sambil teriak berantas korupsi.
Dalam kesempatan itu, pihaknya juga mengucapkan terima kasih kepada warga yang telah percaya dan menitipkan aspirasinya dengan memilih Demokrat. "Terima kasih 444.314 warga Jakarta yang telah memberikan kepercayaan kepada partai Demokrat dalam Pemilu 2024," katanya.
Komisi Pemilihan Umum telah mengumumkan hasil Pemilu 2024 baik pilpres maupun pileg. Namun, sejumlah kalangan berharap sistem pemilu ke depan diperbaiki hingga menghasilkan pemimpin dan wakil rakyat secara demokratis.
Perolehan kursi Partai Demokrat untuk DPR RI mengalami penurunan meski ada sedikit peningkatan suara. Pada 2019, Partai Demokrat mendapatkan 52 kursi sedangkan 2024 hanya 42 kursi.
Sebelumnya, Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut partainya mengalami anomali di Pemilu 2024 yang cukup mengkhawatirkan untuk kehidupan demokrasi yakni menghadapi tantangan masifnya politik uang. "Dari mana kita harus bisa menyiapkan uang luar biasa besar itu untuk mempertahankan kursi untuk mendapatkan kursi," ucap AHY.