REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan iklim merupakan salah satu tantangan kesehatan global yang paling signifikan dan telah berdampak negatif terhadap masyarakat di seluruh dunia. Mengkomunikasikan risiko kesehatan akibat perubahan iklim dan manfaat kesehatan dari solusi iklim merupakan hal yang penting dan bermanfaat.
Untuk mendukung hal ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bekerja sama dengan para mitra telah mengembangkan toolkit baru yang dirancang untuk membekali pekerja kesehatan untuk berkomunikasi secara efektif tentang perubahan iklim dan kesehatan.
Toolkit ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan dalam pengetahuan dan tindakan di antara petugas kesehatan dan perawatan (health and care worker). Meskipun mereka terlatih menjadi komunikator kesehatan, banyak petugas kesehatan dan perawatan mungkin tidak sepenuhnya siap untuk membahas perubahan iklim dan implikasinya terhadap kesehatan. Toolkit ini berupaya untuk mengubah narasi tersebut.
Direktur Departemen Lingkungan, Perubahan Iklim dan Kesehatan WHO, Dr Maria Neira, menjelaskan bahwa petugas kesehatan dan perawatan memainkan peran kunci dalam menangani perubahan iklim sebagai krisis kesehatan. Posisi mereka yang unik memungkinkan mereka untuk meningkatkan kesadaran, mengadvokasi perubahan kebijakan, dan memberdayakan masyarakat untuk memitigasi dan beradaptasi terhadap perubahan iklim.
"Dengan terlibat dalam dialog dan aksi, pekerja kesehatan dan perawatan dapat mengkatalisasi upaya untuk melindungi kesehatan manusia serta memastikan masa depan yang tangguh dan berkelanjutan bagi semua,” kata Neira seperti dilansir WHO, Senin (25/3/2024).
Perubahan iklim memengaruhi kesehatan melalui berbagai cara, termasuk peristiwa cuaca ekstrem, polusi udara, kerawanan pangan, kelangkaan air, dan penyebaran penyakit menular. Gelombang panas, perubahan pola cuaca, dan polusi udara berkontribusi terhadap berbagai dampak buruk bagi kesehatan, termasuk penyakit kardiovaskular, penyakit pernapasan, masalah kesehatan mental, dan kekurangan gizi. Selain itu, sistem kesehatan menghadapi tekanan yang semakin besar akibat perubahan iklim, sehingga memperkuat urgensi untuk bertindak.
Neira menjelaskan, Toolkit ini menyediakan sumber daya yang komprehensif untuk membantu petugas kesehatan dan perawatan kesehatan memahami dampak kesehatan dari perubahan iklim dan manfaat tambahan dari tindakan iklim, membangun kepercayaan diri dalam berkomunikasi, serta terlibat dengan berbagai pemangku kepentingan secara efektif.
Dengan memberdayakan petugas kesehatan dan perawatan untuk berkomunikasi tentang perubahan iklim dan kesehatan, hal ini bertujuan untuk mendorong tindakan kolektif terhadap mitigasi perubahan iklim, membangun ketahanan dan menjaga kesehatan masyarakat.
Perangkat komunikasi ini dikembangkan oleh WHO bekerja sama dengan Global Climate and Health Alliance, George Mason University Center for Climate Change Communication, Medical Society Consortium on Climate and Health, Climate and Health Alliance Australia, serta Canadian Medical Association.
Mengapa hal ini penting? Neira menjelaskan bahwa dunia sedang menyaksikan tren pemanasan suhu yang mengkhawatirkan, peristiwa cuaca ekstrem, tantangan ketahanan air dan pangan, serta kualitas udara yang memburuk. Frekuensi dan intensitas kejadian-kejadian ini melampaui kapasitas sistem alam dan manusia untuk merespons secara efektif, yang mengakibatkan konsekuensi yang luas bagi kesehatan.
Gelombang panas, yang diperburuk oleh perubahan iklim, telah dikaitkan dengan dampak kesehatan yang merugikan, termasuk serangan jantung, penyakit ginjal, dan gangguan kesehatan mental. Perubahan pola cuaca mengancam ketahanan pangan dengan mengurangi hasil panen, sementara polusi udara saja menyebabkan lebih dari 7 juta kematian dini setiap tahunnya, terutama karena penyakit pernapasan. Selain itu, kelangkaan dan pencemaran air yang disebabkan oleh iklim memicu persaingan untuk mendapatkan sumber daya, migrasi paksa, dan konflik.
“Dampak perubahan iklim tidak hanya pada kesehatan fisik, tetapi juga berdampak pada kesehatan mental melalui trauma, kehilangan mata pencaharian, dan kecemasan akan masa depan. Selain itu, sistem kesehatan, yang sudah tertekan setelah pandemi, krisis energi dan krisis biaya hidup, menghadapi beban tambahan dari peristiwa cuaca ekstrem dan gangguan rantai pasokan,” tegas Neira.