REPUBLIKA.CO.ID, GAZA — Lembaga kemanusiaan International Networking for Humanitarian (INH) menyalurkan seribu paket Iftar atau buka puasa setiap harinya selama Ramadhan untuk ribuan pengungsi korban perangan genosida Israel di wilayah Mawasi, Khan Younis, Gaza Selatan.
"Bantuan paket iftar untuk saudara-saudara kita di Gaza ini merupakan hasil penggalangan donasi INH dari masyarakat Indonesia baik dari program agresi maupun program Ramadhan 2024," kata Manager Program INH, Ibnu Hafidz, Senin (25/3/2024).
Menurutnya, untuk spesial Ramadhan 1445 Hijriyah ini, pihaknya menyediakan paket iftar yang terus didistribusikan baik di titik pengungsian yang ada di wilayah Selatan Gaza maupun titik lainya seperti di wilayah Gaza Utara yang merupakan zona merah sejak terjadinya serangan militer Israel di wilayah tersebut.
"Untuk satu porsi menu iftar ini bisa dikonsumsi kurang lebih tiga orang, jadi jika setiap hari kami distribusi seribu paket itu artinya bisa mencukupi pangan kurang lebih sebanyak tiga ribu pengungsi setiap hari," katanya.
Presiden Direktur INH, Luqmanul Hakim menjelaskan sejak Oktober INH terus mengampanyekan bantuan darurat agresi melalui dua platform baik di situs INH maupun melalui Kitabisa. Per 21 Maret 2024, bantuan yang telah disalurkan dalam 5 bulan berkisar pada 418.146 dolar AS (Rp 6,5 miliar) dengan jumlah penerima manfaat 75,986 KK atau setidaknya 379.930 warga di sepanjang Jalur Gaza bekerja sama dengan berbagai komunitas kemanusiaan serta relawan lokal.
Untuk Ramadhan, per 23 Maret 2024, INH menyalurkan 2.000 Paket Makanan (Food Package) dan 2000 Set Pakaian (Clothes Set) untuk keluarga di Jalur Gaza utara dan selatan yang melingkupi, jabalia, bait lahia, bait hanoon, jabalia camp, shaikh radwan, shoja`yah, Rafah dan Khan Younis.
"Kedua bantuan ini merupakan salah satu kebutuhan yang paling urgen saat ini, terutama mereka yang meninggalkan rumah mereka dengan tidak membawa barang apapun bahkan pakaian, banyak warga yang berusaha kembali ke rumah mereka untuk mengambil pakaian. Namun, banyak juga yang tidak bisa karena seluruh barang-barang mereka tertimbun rata oleh reruntuhan," kata Luqman.
INH terus mengupayakan penyaluran bantuan dari masyarakat Indonesia melalui tim INH yang tersisa di Jalur Gaza walaupun dengan berbagai kesulitan dan duka yang dialami relawan kami di lapangan.
"Kami terus berkordinasi setiap hari dengan tim di lapangan, memastikan bantuan sampai dan cepat," kata Luqman.
Sementara itu, Koordinator INH Gaza, Shuaib Abu Daqqa menyatakan banyak terima kasih kepada masyarakat Indonesia yang terus memberikan dukungan untuk masyarakat di Jalur Gaza. Menurutnya, puasa Ramadhan tahun ini sangat kelam dan mencekam karena perang masih terus berlangsung.
"Kita berdiri dalam keadaan hormat dan syukur untuk Kitabisa dan rakyat Indonesia yang banyak membantu semoga menjadi berkah dan terus berdiri mendukung kami warga Jalur Gaza dalam perang ini terima kasih semoga Allah memberkahi kalian dan senantiasa diberikan kemudahan," ucapnya.
Seperti diketahui bersama seningkatnya agresi pada pekan kedua Ramadhan di Jalur Gaza, Palestina membuat angka syahid mencapai 32.226 jiwa sejak 7 Oktober, serta melukai 74.598 jiwa, belum termasuk ribuan korban hilang yang terjebak di bawah reruntuhan. Rata-rata angka kematian 84 jiwa per hari.
Serangan terbaru menargetkan RS As Shifa secara intens dalam tujuh hari membuat seluruh petugas kesehatan diculik, pasien dibunuh dan laporan jurnalis Gaza menyebutkan para petugas medis juga dibunuh oleh tentara Israel. Mereka juga teus menghancurkan bangunan rumah warga secara sistematis dimana pun mereka melewati area bangunan warga.
Pembahasan gencatan senjata yang hingga hari ini masih belum disepakati serta bantuan kemanusiaan yang belum bisa masuk akibat blokade, membuat keselamatan warga Gaza berpacu dengan waktu. Kelaparan dan malnutrisi menjadi musuh yang menunggu di pojok ruangan, pelan-pelan mendekat. Bagi warga di Gaza utara, hal itu lain ceritanya. Kelaparan sudah hampir merata, keselamatan warga tidak terjamin karena banyak rute jalan sudah dikuasai pasukan penjajah.