Selasa 26 Mar 2024 10:17 WIB

Asosiasi Dokter Korsel akan Pilih Pemimpin Baru, Krisis Kesehatan Dipastikan Berlanjut

Kedua kandidat pemimpin yang baru sama-sama keras menentang pemerintah.

Seorang dokter yang melakukan unjuk rasa dokter (kanan) memegang poster saat melakukan protes terhadap kebijakan pemerintah, di depan Seoul National University Hospital di Seoul, Korea Selatan, 26 Agustus 2020. Dokter magang yang mengikuti mogok massal terkini terancam tindakan hukuman, seperti penangguhan lisensi medis.
Foto: EPA-EFE/JEON HEON-KYUN
Seorang dokter yang melakukan unjuk rasa dokter (kanan) memegang poster saat melakukan protes terhadap kebijakan pemerintah, di depan Seoul National University Hospital di Seoul, Korea Selatan, 26 Agustus 2020. Dokter magang yang mengikuti mogok massal terkini terancam tindakan hukuman, seperti penangguhan lisensi medis.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Asosiasi Medis Korea (KMA) yang mewakili sekitar 100 ribu dokter anggota komunitas akan memilih pemimpin baru pada Selasa, (26/3/2024), yang dipastikan akan semakin meningkatkan ketegangan dengan pemerintah.

Pemilihan pemimpin baru asosiasi tersebut berjalan di tengah aksi mogok kerja berkepanjangan yang dilakukan oleh para dokter magang karena pemerintah menambah kuota pendaftaran sekolah kedokteran. Kedua kandidat ketua KMA adalah Ketua Asosiasi Pediatri Korea Lim Hyun-taek, dan Ketua Juru Bicara KMA Joo Soo-ho.

Baca Juga

Kedua kandidat sangat menentang desakan pemerintah untuk meningkatkan kuota pendaftaran. Lim berpendapat, jumlah kursi penerimaan sekolah kedokteran harus dikurangi dan KMA tidak akan melakukan pembicaraan kecuali pemerintah memecat Wakil Menteri Kesehatan Park Min-soo.

Sedangkan Joo menyatakan bahwa KMA tidak akan menerima peningkatan kuota pendaftaran dan tidak perlu melakukan pembicaraan dengan pemerintah. Sikap garis keras KMA berbeda dengan kelompok profesor kedokteran lainnya yakni Asosiasi Profesor Medis Korea yang berjanji untuk memainkan peran sebagai mediator antara komunitas dokter dan pemerintah di tengah kebuntuan tersebut.

Lebih dari 90 persen dari 13 ribu calon dokter di negara tersebut telah melakukan pemogokan dalam bentuk pengunduran diri massal sejak 20 Februari untuk memprotes keputusan pemerintah untuk meningkatkan kuota pendaftaran sekolah kedokteran sebanyak 2.000 kursi dari saat ini 3.058 kursi.

Namun demikian, para profesor kedokteran yang merupakan dokter senior di rumah sakit universitas besar, kini juga mulai mengajukan pengunduran diri secara massal pada pekan ini, meskipun berjanji untuk tetap bekerja untuk sementara waktu. Pemerintah Korea Selatan berupaya meningkatkan kuota penerimaan pasien untuk mengatasi kekurangan dokter. 

Khususnya di daerah pedesaan dan bidang medis penting seperti bedah berisiko tinggi, pediatri, kebidanan, dan pengobatan darurat. Kendati demikian, para dokter berpendapat bahwa kenaikan kuota akan membahayakan kualitas pendidikan dan layanan kedokteran serta menciptakan surplus dokter.

Para dokter menyatakan, pemerintah harus memikirkan cara untuk lebih melindungi mereka dari tuntutan malpraktik dan memberikan kompensasi untuk mendorong lebih banyak dokter berpraktik di bidang yang dikategorikan tidak populer.

sumber : Antara, Yonhap
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement