REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Metro Jaya mengugkap kasus penipuan berkedok haji furoda atau haji mujamalah dengan menetapkan satu orang tersangka berinisial SJA. Pelaku adalah direktur PT Musafir Internasional Indonesia (TMII).
Dalam aksinya tersangka menjanjikan kepada korbannya pelayanan paket VIP. Namun pada kenyataannya korban harus menjadi haji backpacker dan mengeluarkan biaya lagi untuk kebutuhannya.
"Setelah sampai di Arab Saudi, ternyata haji furoda dan fasilitas lainnya adalah bohong belaka, dan korban ternyata menjadi haji backpacker. Sehingga harus mengeluarkan biaya kembali, penginapan dan biaya haji lainnya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi di Mapolda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Selasa (26/3/2024).
Dalam kasus itu, suami istri berinisial TBS dan GS yang menjadi korban haji furoda bodong dengan kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Pelaku menawarkan paket VIP haji furoda sebesar Rp 125 juta per orang. Namun total kerugian yang harus dialami korban mencapai Rp 563 juta.
Korban rela merogoh kocek dalam-dalam karena memang tersangka menawatkan banyak fasilitas. "Atas kejadian tersebut, berdasarkan kronologis laporannya, korban merasa dirugikan Rp 563 juta, dan saat itu kuasa hukumnya membuat laporan," kata Ade.
Baca: KPPU Pastikan Lanjutkan Kasus Pinjol Pendidikan ke Penegak Hukum
Tidak tanggung-tanggung, kata Ade, tersangka menjanjikan sebanyak fasilitas yang dapat dinikmati korban. Seperti penginapan 28 hari, visa haji resmi, gelang haji, asuransi, tiket penerbangan pulang-pergi langsung Jakarta-Arab Saudi.
Bahkan korban juga dijanjikan bakal diinapkan di hotel bintang 5 di Makkah dan Madinah. Belum lagi fasilitas maktab VIP, city tour di Makkah dan Madinah, lalu diberikan air zamzam seberat lima liter, dan konsumsi, serta transportasi selama pelaksanaan haji.
Namun pada kenyataannya jauh api dari panggang. Seperti korban korban tidak mendapatkan penerbangan langsung Jakarta-Arab Saudi, tapi harus transit dulu di Malaysia. Dari Kuala Lumpur korban terbang menuju Riyadh dan melanjutkan perjalanan ke Jedah menggunakan bus atau jalur darat.
Bahkan, menurut Ade, korban juga tidak mendapatkan fasilitas lainnya yang dijanjikan tersangka. Korban hanya mendapatkan kain ihram dan koper.
"Yang didapat hanya perlengkapan haji koper seragam, mukena, ID. Begitu juga fasilitas transportasi dan akomodasi selama di Mekkah, ini korban bahkan mencari sendiri, mengeluarkan uang pribadi selama terus-menerus proses ibadah haji sampai dengan pulang ke tanah air," terang Ade.
Sebenarnya kasus PT TMII dilaporkan di beberapa polres dan polda dengan kasus serupa. Sementara yang dilaporkan ke Subdit Siber Polda Metro Jaya hanya satu laporan.
Hasil dari penyelidikan ternyata PT TMII cuma memiliki izin dari Kementerian Agama sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan tidak tercatat sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Akibat perbuatannya tersangka SJA dijerat pasal berlapis.
SJA dijerat Pasal 28 ayat 1 juncto Pasal 45A ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 378 KUHP. Kemudian Pasal 17 ayat 1 juncto Pasal 62 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan/atau Pasal 3, 4, dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Penyidik juga sedang melakukan penelusuran terhadap aset tersangka, dan berkomunikasi dan koordinasi dengan rekan-rekan jaksa penuntut umum," ucap Ade.