Selasa 26 Mar 2024 18:53 WIB

Selandia Baru Tuduh Cina Retas Parlemen

Cina menolak tuduhan yang mereka anggap sama sekali tanpa dasar tersebut.

Rep: Lintar Satria/ Red: Gita Amanda
Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters mengatakan pemerintah Selandia Baru khawatir akan keterlibatan Cina dalam peretasan siber di negara tersebut. (ilustrasi)
Foto: EPA-EFE/BAGUS INDAHONO
Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters mengatakan pemerintah Selandia Baru khawatir akan keterlibatan Cina dalam peretasan siber di negara tersebut. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Pemerintah Selandia Baru mengatakan mereka mengungkapkan kekhawatiran kepada pemerintah Cina mengenai keterlibatan Beijing dalam peretasan siber ke parlemen Selandia Baru pada 2021. Peretasan itu diungkapkan badan intelijen Selandia Baru.

Badan intelijen Selandia Baru mengatakan informasi di Parlemen Selandia Baru diakses melalui aktivitas siber berbahaya. Pengungkapan ini disampaikan saat Inggris dan Amerika Serikat (AS) menuduh Cina melakukan operasi spionase siber. Selandia Baru dan Australia mengecam perluasan aktivitas tersebut.

Baca Juga

"Intervensi asing seperti ini tidak dapat diterima, dan kami mendesak Cina untuk menahan diri dari aktivitas serupa di masa depan," kata Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters dalam pernyataannya, Selasa (26/3/2024).

Ia mengatakan kekhawatiran aktivitas siber yang dikaitkan dengan kelompok yang didukung pemerintah Cina dalam mengincar institusi demokrasi di Selandia Baru dan Inggris sudah disampaikan pada duta besar Cina.

Pada komite parlemen, pejabat tinggi intelijen Selandia Baru mengatakan pelatihan yang diberikan tujuh warganya pada militer Cina setidaknya selama 18 bulan terakhir merupakan "resiko keamanan nasional besar."

Dalam jawaban tertulis juru bicara kedutaan besar Cina di Selandia Baru mengatakan mereka menolak "tuduhan yang sama sekali tanpa dasar dan tidak bertanggung jawab" dan sudah mengungkapkan ketidakpuasan dan penolakan atas tuduhan itu pada pihak berwenang Selandia Baru.

"Kami tidak pernah atau akan melakukan di masa depan, mengintervensi urusan internal negara lain, termasuk Selandia Baru. Menuru Cina melakukan intervensi asing adalah gonggongan pada pohon yang salah," kata juru bicara itu.

Sebelumnya pemerintah Selandia Baru mengatakan biro keamanan komunikasinya (GCBS) yang mengawasi keamanan siber dan sinyal intelijen sudah menetapkan hubungan antara aktor yang didukung pemerintah Cina yang dikenal Advanced Persistent Threat 40 (APT40) dengan aktivitas siber berbahaya yang mengincar badan parlemen dan kantor konsulat parlemen Selandia Baru pada tahun 2021.  

GCSB mengatakan APT40 berafiliasi dengan Kementerian Keamanan Negara Cina. Lembaga itu menambahkan APT40 mendapatkan akses ke informasi penting yang memungkinkan pemerintah Selandia Baru beroperasi dengan efektif, tetapi tidak ada informasi yang bersifat sensitif atau strategis yang belum dihapus.

Sebaliknya, GCSB mengatakan mereka percaya kelompok tersebut menghapus informasi yang bersifat lebih teknis yang akan memungkinkan aktivitas yang lebih mengganggu. GCSB mengatakan pada tahun keuangan terakhir, 23 persen dari 316 peristiwa siber berbahaya yang melibatkan organisasi-organisasi penting secara nasional dikaitkan dengan aktor-aktor yang didukung negara.

Serangan-serangan ini tidak secara khusus dikaitkan dengan Cina. Tahun lalu Selandia Baru juga mengutuk aktivitas siber berbahaya yang dilakukan pemerintah Rusia.

"Di mana pun penggunaan operasi spionase siber untuk mengganggu institusi dan proses demokrasi tidak dapat diterima," kata Menteri Pertahanan Selandia Baru yang bertanggung jawab mengawasi GCSB Judith Collins dilansir dari laman Reuters.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement