Selasa 26 Mar 2024 22:07 WIB

Pakai Jaringan Wifi Tetangga tanpa Izin, Apa Hukumnya dalam Islam?

Jika itu dilakukan, maka tindakan tersebut dianggap sebagai pelanggaran.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Wifi dengan kecanggihan teknologi Artificial Intelligence. (Ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Wifi dengan kecanggihan teknologi Artificial Intelligence. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sebagian orang mungkin pernah menemukan adanya seseorang, misalnya di kosan atau tetangga sebelah, yang melakukan cara-cara tertentu untuk bisa mengakses jaringan Wifi tetangga tanpa izin. Lantas bagaimana hukumnya dalam Islam?

Mufti Mesir Prof Dr Syauqi Alam, yang juga menjabat sebagai Ketua Sekretariat Jenderal Majelis Fatwa dan Otoritas Fatwa Dunia, memberi peringatan atas tindakan beberapa individu yang menggunakan jaringan Wifi terenkripsi tanpa izin pemiliknya, sambil menjelaskan pandangan syariat tentang masalah tersebut.

Baca Juga

Hal itu disampaikan dalam konteks kegiatan diskusi Ramadan harian dalam program "Tanyakan pada Mufti" yang disiarkan oleh saluran televisi Sada El-Balad.

Dalam penjelasannya di laman Masrawy, Mufti Syauqi Alam menegaskan, berdasarkan syariat Islam, tidak dibolehkan mengakses jaringan internet nirkabel yang terenkripsi (Wifi) tanpa izin dari pemiliknya.

Jika itu dilakukan, maka tindakan tersebut dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak kepemilikan, yang dilarang secara syariat. Lantas bagaimana jika menggunakan jaringan Wifi di tempat-tempat yang terbuka untuk umum. Apakah dibolehkan atau dilarang dalam Islam?

Syauqi Alam menjelaskan, dalam pandangan syariat, penggunaan jaringan Wifi yang terbuka dan tidak terenkripsi di tempat umum tidaklah dilarang.

Hal itu karena jaringan tersebut dirancang untuk digunakan oleh masyarakat umum secara luas. Namun, jika jaringan tersebut merupakan jaringan pribadi, maka diperlukan izin dari pemiliknya atau izin berdasarkan aturan yang berlaku.

Seorang Muslim harus memiliki kehati-hatian atau wara' dalam memperoleh rezeki. Jangan sampai rezeki yang dapat itu justru diperoleh dengan cara-cara batil semisal mengambil hak orang lain.

Misalnya saja seseorang yang membangun perusahaan dengan mengambil tanah orang lain dan mengklaim bahwa tanah itu adalah miliknya atau dalam perkara lain semisal mengkorupsi dana yang seharusnya disalurkan untuk kepentingan masyarakat, dan lainnya.

Sejatinya orang yang mengambil hak orang lain itu akan dapat kesengsaraan di hari kiamat. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW:

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  مَنْ أَخَذَمِنَ الْاَ ْرِض شِبْرًابِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اِلَى سَبْعِ أَرْضِيْنَ.

Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang mengambil sejengkal tanah bumi yang bukan haknya, niscaya ditenggelamkan ia pada hari kiamat sampai ke dalam tujuh lapis bumi." (HR Bukhari).

Allah SWT juga berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ

"Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." (QS Al Baqarah ayat 188).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement