Rabu 27 Mar 2024 10:54 WIB

LIMA: Lebih Baik Kasus LPEI Ditangani Kejagung

Publik lebih percaya Kejaksaan Agung dibanding KPK.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin (kiri) menerima surat laporan dugaan korupsi pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (18/3/2024). Sri Mulyani melaporkan adanya indikasi dugaan korupsi atau fraud dalam pemberian fasilitas kredit LPEI dengan nilai total mencapai Rp2,505 triliun.
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin (kiri) menerima surat laporan dugaan korupsi pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (18/3/2024). Sri Mulyani melaporkan adanya indikasi dugaan korupsi atau fraud dalam pemberian fasilitas kredit LPEI dengan nilai total mencapai Rp2,505 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti, mengatakan, kepercayaan masyarakat sudah sangat mempercayai Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menangani perkara-perkara besar.  Lebih baik perkara di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) ditangani Kejagung.

“Kalau dahulu orang lebih percaya pada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), kalau sekarang sudah beda. Kalau sekarang sudah sama. Kejaksaan sudah sangat bagus meningkatkan kenerja dan sangat dipercaya publik,” kata Ray, Rabu (27/3/2024).

Hal ini disampaikan Ray menanggapi adanya persaingan KPK dan Kejagung dalam penanganan perkara dugaan korupsi di LPEI.  Saat Menteri Keuangan Sri Mulyani menyerahkan perkara LPEI untuk diselidiki Kejagung, KPK membuat pernyataan jika kasus LPEI sudah mereka tangani. 

Merujuk survei yang diselenggarakan Indikator Politik, 30 Desemberr 2023- 6 Januari 2024, disebutkan, Kejaksaan Agung menjadi lembaga yang paling dipercaya publik, dengan tingkat kepercayaan mencapai (76 persen). Sementara KPK justru menjadi lembaga penegak hukum yang paling rendah tingkat kepercayaan publiknya (70 persen). Posisi KPK ini berada di bawah Kepolisian (75 persen) dan Mahkamah Konstitusi (71 persen).

Dijelaskan Ray, jika satu kasus ditangani satu lembaga penegak hukum, seharusnya tidak diambil oleh KPK. Namun KPK punya kewenangan mengambil alih kasus, jika dirasa kasus tersebut tidak berjalan. “KPK memang punya wewenang supervisi jika kasus tidak berjalan,” ungkap Ray. 

Dalam perkara LPEI, menurut Ray, lebih baik KPK melakukan supervisi saja, tanpa harus mengambil alih perkara yang sudah ditangani Kejagung. Hal ini, karena kasus LPEI bukan kasus pertama yang ditangani Kejagung. Sebelumnya Kejagung juga sudah menangani kasus LPEI pada 2021 dan sudah ada yang sampai di putusan pengadilan. 

“Apalagi sekarang pelapor (Menkeu Sri Mulyani) juga melapornya ke Kejaksaan bukan KPK. Ini merupakan bagian pelimpahan dari penyelidikan awal (Kementerian Keuangan) kepada aparat penegak hukum di luar KPK,” papar Ray Rangkuti.

Dengan begitu, ungkap Ray, biarkan saja Kejaksaan Agung yang menangani perkara LPEI. KPK cukup melakukan supervisi saja. “Baru kalau nanti kasusnya tidak berjalan atau macet boleh saja diambil alih,” ungkapnya. 

Dalam perkara LPEI, KPK mengaku kasus ini sudah mereka tangani sejak Mei 2023. Sedangkan Kejagung, selain mendapat pelaporan langsung dari Sri Mulyani, kasus LPEI sudah mereka tangani sejak 2021. Bahkan kasus tahap pertama ini sudah inkrach pada 2022.

“Dalam kasus yang dilaporkan (oleh Sri Mulyani) itu, nggak jauh berbeda (dari yang pernah ditangani 2021-2022),” kata Direktur Penyidikan Jampidsus, Kuntadi. 

Dari penyidikan itu, pada Januari 2022, Jampidsus Kejagung menetapkan delapan orang tersangka swasta, serta penyelenggara negara dari LPEI. Kejagung ketika itu mengumumkan kerugian negara terkait kasus tersebut mencapai Rp 2,6 triliun. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement