Dalam dunia fotografi di era analog kesalahan kecil bisa berakibat pada konsekuensi besar. Sebuah pelajaran yang dengan pahit harus dipelajari oleh mahasiswa yang nyambi memotret produk fashion salah seorang temannya.

Dengan semangat yang membara, dia mempersiapkan sesi pemotretan produk untuk sebuah toko fashion lokal di Kota Bandung. Lumayan untuk nambah-nambah uang jajan. Ruangan dipersiapkan dengan cermat, pencahayaan disesuaikan hingga sempurna, dan setiap produk ditempatkan dengan presisi.

Sang fotografer, mengarahkan kamera Nikon FM 2 lengkap dengan motor drive MD-12 dan lensanya ke objek-objek tersebut. Menekan tombol shutter dan, mengubah sudut dan komposisi, berusaha menangkap esensi dari setiap item dengan kamera analog pilihannya.

Hingga akhir sesi pemotretan. Di era itu order pemotretan biasa diukur dengan jumlah rol film yang digunakan. Bahkan hanya beberapa frame yang diorder.

Usai sesi pemotretan selesai sang mahasiswa ini mengemasi perlengkapan fotonya. Sesaat dia terkesiap. Spool engkol penggulung rol film terasa ringan. Ini menandakan kamera yang digunakannya kosong tanpa rol film.

Setelah memastikan spool rewinder film ringan karena kosong ia membuka back door kamera dan tampak kamera kosong tanpa rol film. Ketika merogoh poket tas kameranya tampak rol film utuh yang mestinya ada dalam kamera tadi masih utuh berada di dalam tas.

Berpikir keraslah sang mahasiswa mencari alasan yang tepat agar bisa memotret ulang tanpa harus kehilangan muka. Akhirnya pemotretan ulang dilakukan dengan alasan agar ada alternatif komposisi untuk dipilih konsumen.

Kisah ini berakhir happy ending. Foto-foto produk fashion toko tersebut berhasil dibuat dan sang fotografer selamat dari momen yang sangat memalukan sebagai fotografer dadakan. Hikmah yang bisa dapat dari peristiwa ini, apapun jenis kamera analog yang digunakan saat menerima job pemotretan selalu pastikan ada film di dalamnya. ***

Ikuti Whatsapp Channel Republika