REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo mengatakan bahwa Indonesia pernah pada satu titik untuk mewujudkan reformasi. Momentum di mana masyarakat mengoreksi pemerintahan yang saat itu melenceng, membelenggu kebebasan warga, menebar ketakutan, dan menjauhkan negara ini dari cita-cita luhurnya.
Namun saat ini, ia menyindir adanya pihak yang melupakan semangat reformasi yang diperjuangkan rakyatnya pada masa lalu. Pihak yang menghalalkan kecurangan untuk meraih kembali kekuasaan, yang ditegaskannya tak sejalan dengan semangat reformasi.
"Hanya setelah reformasi kita bisa menegaskan aturan bahwa periode kepemimpinan harus dibatasi," tegas Ganjar dalam sidang perdana perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pemilihan presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Gugatan pihaknya hari ini lebih dari sekedar kecurangan dalam setiap tahapan Pilpres 2024. Segala praktik kecurangan pada kontestasi nasional tersebut sangat mengejutkan dan benar-benar menghancurkan moral adalah menyalahgunakan kekuasaan atau abuse of power.
"Saat pemerintah menggunakan segala sumber negara untuk mendukung kandidat tertentu, saat aparat keamanan digunakan untuk membela kepentingan politik pribadi, maka saat itulah bagi kita untuk bersikap tegas bahwa kita menolak semua bentuk intimidasi dan penindasan," ujar Ganjar.
Ia menegaskan, pihaknya menolak dibawa mundur ke masa sebelum reformasi. Ia menolak pengkhianatan terhadap semangat reformasi dan gugatannya adalah bentuk dedikasi untuk menjaga kewarasan.
"Kita menolak pengkhianatan terhadap semangat reformasi. Kami menggugat sebagai bentuk dedikasi untuk menjaga kewarasan, untuk menjaga agar warga tidak putus asa terhadap perangan politik kita, dan untuk menjaga impian semua warga negara tentang Indonesia yang lebih mulia," ujar Ganjar.
"Dan bagi kami, ini impian yang harus kita kejar agar setiap langkah kita meninggalkan jejak tak terlupakan bagi masa depan yang lebih baik," sambungnya menegaskan.