REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkapkan alasannya membubarkan MAKI jika mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri disidangkan atau ditahan. Pembubaran MAKI dilakukan untuk menjadi hadiah dan tumbal dalam kasus tersebut.
"Nampaknya kita harus berkorban, kalau orang Jawa itu kita harus memberikan tumbal," kata Boyamin ketika berada di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (27/3/2024).
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) daring pengertian tumbal, yaitu sesuatu yang dipakai untuk menolak penyakit dan sebagainya atau tolak bala. Boyamin mengatakan bahwa pembubaran MAKI ketika Firli Bahuri ditahan itu bentuk penghargaan kepada lembaga anti rasuah dan diharapkan ke depannya semakin kuat.
Ia meyakini meskipun MAKI akan dibubarkan ketika Firli Bahuri ditahan, akan tumbuh lembaga serupa yang giat dalam mengawal pemberantasan korupsi di Indonesia. "Saya yakin pasti akan tambah banyak pegiat anti korupsi setelah MAKI bubar," tuturnya.
Boyamin menambahkan, pembubaran MAKI dilakukan ketika Firli Bahuri sudah berhasil ditahan atau disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). "Kalau tidak begitu nanti tidak kelar-kelar, kalau ditahan atau sudah di sidang tipikor, maka (MAKI) dibubarkan untuk menunjukkan hadiah kepada KPK," katanya.
Sebelumnya, MAKI menilai penanganan dugaan kasus korupsi mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terkendala karena pangkat sehingga penyidik canggung. MAKI meyakini bahwa penyidik tidak berani menahan Firli Bahuri karena yang bersangkutan memiliki pangkat lebih tinggi, yaitu bintang tiga.
Untuk itu, MAKI dalam permohonan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, juga meminta hakim memutuskan agar Polri meningkatkan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Mabes Polri yang saat ini dipimpin oleh perwira tinggi bintang satu atau Brigadir jenderal (brigjen).
Menurut dia, seharusnya direktorat tersebut ditingkatkan menjadi Korps Pemberantasan Korupsi Mabes Polri yang dipimpin oleh perwira tinggi berpangkat bintang dua atau Inspektur Jendral dan di bawah komando langsung dari Kapolri.
"Saya yakin ini tidak berani melakukan penahanan karena semata-mata salah satu alasannya yang disidik ini adalah bintang tiga," katanya.
Karena itu perlu dilakukan peningkatan status dari Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim menjadi Korps Pemberantasan Korupsi yang levelnya seperti Korlantas.