REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis menyampaikan dalam petitumnya agar Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) membatalkan hasil penetapan pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Diketahui, KPU mengumumkan hasil kontestasi nasionalnya pada 20 Maret 2024.
Dalam petitum lainnya, mereka meminta agar pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka didiskualifikasi sebagai peserta Pilpres 2024. Keputusan tersebut diambil KPU pada 13 November 2023.
"Mendiskualifikasi H Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka selaku
pasangan calon peserta pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2024," ujar Todung dalam sidang perdana perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pemilihan presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Selain itu, mereka juga meminta digelarnya pemungutan suara ulang untuk Pilpres 2024. Di mana Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang hanya kembali berkontestasi.
"Di seluruh tempat pemungutan suara di seluruh Indonesia selambat-lambatnya pada tanggal 26 Juni 2024," ujar Todung.
Desain konstitusional kewenangan MK dalam menyelesaikan persoalan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) adalah desain yang luas dan menyeluruh. Dalam artian memeriksa semua pelanggaran yang terjadi pada semua tahapan.
Makna Pasal 24C Ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 jelas mengamanatkan MK untuk menyelesaikan PHPU itu dengan melihat semua pelanggaran dalam semua tahapan. Ia meminta MK untuk keluar dari praktik penyelesaian sengketa PHPU yang hanya memeriksa perolehan dan perbedaan suara para calon presiden dan wakil presiden.
"Jadi, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang mulia memiliki beban sebagai the guardian of the constitution untuk menjaga terselenggaranya pemilihan umum yang berintegritas dalam artian langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil," ujar Todung.
"Pada saat MKRI menemukan bukti bahwa Pilpres 2024 itu tak memiliki integritas sama sekali, penuh dengan pelanggaran dan kejahatan pemilihan umum, maka satu-satunya pilihan buat Majelis Hakim Konstitusi yang Mulia adalah membatalkan hasil pemilihan umum yang dalam hal ini berarti mendiskualifikasi pasangan calon yang tak memenuhi syarat," katanya menegaskan.