REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) kuartal IV 2023 yang memuat overview dan analisis kondisi perekonomian global dan domestik. Selain itu juga kaitannya dengan perkembangan kinerja, penyaluran kredit dan atau pembiayaan, serta profil risiko yang dihadapi oleh perbankan.
“Di tengah perkembangan global, pada kuartal IV 2023 ekonomi domestik mampu tumbuh kuat sebesar 5,04 persen secara tahunan meningkat dari 4,94 persen pada kuartal III 2023 atau tumbuh 5,05 persen untuk keseluruhan 2023,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (27/3/2024).
Dia menjelaskan, pertumbuhan tersebut didorong oleh konsumsi yang masih cukup solid sejalan momentum Natal dan Tahun Baru (Nataru) dan persiapan Pemilu 2024. Selain itu, pertumbuhan juga didorong oleh investasi sejalan berlanjutnya pembangunan infrastruktur salah satunya terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara serta tumbuhnya pengeluaran pemerintah dan ekspor.
Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh konsumsi masyarakat juga sejalan dengan pertumbuhan kredit produktif di sektor terkait. Beberapa diantaranya yakni perdagangan besar dan eceran, transportasi, pergudangan dan komunikasi, serta penyediaan akomodasi dan makan minum yang mengalami peningkatan pertumbuhan secara tahunan pada Desember 2023 masing-masing sebesar 9,12 persen, 19,28 persen, dan 5,80 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,13 persen, 2,22 persen, dan 2,38 persen.
Pada periode laporan, Dian mengungkapkan kondisi perekonomian global sedikit membaik meski pertumbuhan ekonomi beberapa negara masih terdivergensi. Sejalan dengan kondisi di beberapa negara yang masih cukup resilien.
“Utamanya di AS dan negara emerging markets, IMF dalam World Economic Outlook (WEO) Januari 2024 memproyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 dan 2024 tumbuh stabil sebesar 3,1 persen secara tahunan,” ucap Dian.
Ketidakpastian pasar keuangan global pada akhir tahun 2023 juga cenderung mereda. Hal itu dipengaruhi oleh kejelasan stance kebijakan moneter bank sentral beberapa negara utama, salah satunya The Fed untuk mempertahankan suku bunga acuannya lebih lama sejalan dengan tingkat inflasi yang masih belum mencapai target meski cenderung melandai.
“Meskipun demikian, perlu diperhatikan faktor risiko antara lain perkembangan konflik geopolitik di Timur Tengah dan Ukraina serta gangguan jalur perdagangan di Laut Merah yang berpotensi memicu peningkatan harga komoditas dan inflasi ke depan,” jelas Dian.