Meraih Pahala dengan Beritikaf pada 10 Hari Terakhir Ramadhan

Rep: mgrol151/ Red: Erdy Nasrul

Kamis 28 Mar 2024 13:15 WIB

Ilustrasi beritikaf. Foto: Republika/Dea Alvi Soraya Ilustrasi beritikaf.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beritikaf adalah praktik keagamaan dalam Islam yang melibatkan menarik diri dari kesibukan dunia untuk mengabdikan waktu secara khusus kepada ibadah dan introspeksi. Praktik ini dilakukan dengan mengisolasi diri di dalam masjid atau tempat ibadah lainnya untuk beberapa hari berturut-turut, terutama pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.

Di sisi lain, beritikaf juga menawarkan kesempatan bagi umat Islam untuk menyendiri dalam hening, menjauhkan diri dari keramaian dunia, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Dalam suasana hening tersebut, seorang Muslim dapat mendalami pemahaman akan dirinya sendiri, meningkatkan kesadaran spiritual, dan memperkuat ikatan dengan Tuhan.

Baca Juga

Pada 10 hari terakhir Ramadhan dianggap sebagai periode malam lailatul qadar atau malam kemuliaan jatuh. Malam ini memiliki keistimewaan yang besar di mata Allah SWT, sehingga ibadah yang dilakukan di malam lailatul qadr bernilai lebih dari seribu bulan ibadah. 

Oleh karena itu, itikaf selama 10 hari terakhir Ramadhan memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk menghabiskan malam-malam berharga ini dengan ibadah dan doa.

Diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata:

كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih giat (dalam beribadah) pada sepuluh hari terakhir ini yang tidak beliau lakukan pada hari-hari lainnya. (HR. Muslim).

Hadits lainnya yang juga diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu anha:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau, kemudian istri-istri beliau (tetap) beri’tikaf sepeninggal beliau. (HR. Bukhari). 

Maka dari itu, beritikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan sama dengan mengamalkan kebiasan-kebiasan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sehingga bagi setiap yang mengamalkannya akan mendapatkan pahala. 

Namun, beritikaf harus dilakukan dengan konsentrasi yang baik dan dilakukan di masjid khususnya untuk laki-laki. Bahkan, ketika beri’tikaf seseorang tidak boleh berhubungan badan layaknya suami istri, itulah mengapa pentingnya beri'tikaf di masjid agar dijauhkan dari hal-hal yang bisa mengundang syahwat. 

Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 187).

Oleh karena itu, disunnahkan bagi orang yang beri’tikaf untuk menyibukkan diri dengan berdzikir kepada Allah, membaca Alquran, sholat, serta mendalami ilmu. 

 

Terpopuler