REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI lewat kuasa hukumnya, Hifdzil Alim menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berwenang mengadili gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 yang diajukan pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. KPU dalam perkara itu berstatus sebagai tergugat atau termohon.
"Menurut termohon (KPU), MK tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024 yang diajukan pemohon," kata Hifdzil membacakan keterangan kliennya dalam persidangan lanjutan PHPU di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024).
Baca: Dari 10 Caleg Lolos ke Senayan dari Dapil Jatim I, Enam Orang Perempuan
Hifdzil menjelaskan, kewenangan MK dalam sengketa kepemiluan adalah memeriksa dan memutus perselisihan hasil pemilu. Adapun pasangan Anies-Muhaimin dalam gugatannya tidak mendalilkan perselisihan hasil pemilu, tapi malah mendalilkan dugaan penghianatan konstitusi dan pelanggaran asas bebas, jujur, dan adil.
Hifdzil menyebut, pasangan Anies-Muhaimin dalam gugatannya hanya memasukkan rekapitulasi suara Pilpres 2024 yang ditetapkan KPU. Namun, kubu 01 itu tidak menyertakan raihan suara yang benar menurut Anies-Muhaimin.
Karena itu, ujar Hifzil, materi muatan gugatan Anies-Muhaimin bukanlah materi gugatan PHPU yang dapat diperiksa dan diputus oleh MK. "Dengan demikian, permohonan pemohon harus ditolak atau sekurang-kurangnya tidak dapat diterima," ujarnya.
Baca: Prabowo Kalahkan Anies di Jakarta, Berikut Perincian Angkanya
MK menggelar sidang perdana sengketa PHPU yang diajukan Anies-Muhaimin kemarin, Rabu (27/3/2024). Dalam petitumnya, Anies-Muhaimin meminta MK membatalkan keputusan KPU terkait hasil Pilpres 2024. Mereka juga meminta MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran.
Anies-Muhaimin turut meminta MK memerintahkan KPU untuk menggelar pemungutan suara ulang Pilpres 2024 di seluruh TPS tanpa melibatkan Prabowo-Gibran.