REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Temuan terbaru menyoroti keberadaan nitrofenol terhalogenasi (2,6-DHNPs) dalam air minum, yang tahan terhadap perlakuan standar seperti sedimentasi, filtrasi, dan perebusan. Penelitian ini menunjukkan efek kardiotoksik yang parah dari kontaminan ini pada embrio ikan zebra di konsentrasi serendah 19 mikrogram per liter, yang mengindikasikan potensi risiko kesehatan bagi manusia.
2,6-DHNPs, sekelompok produk sampingan desinfeksi (DBP), meningkatkan kewaspadaan terhadap kesehatan masyarakat. Aktor-aktor jahat di dunia air ini lebih tangguh dan lebih beracun daripada banyak polutan lainnya, sehingga menyulitkan metode pembersihan air yang umum untuk menghilangkannya.
Polutan ini memiliki dampak yang sangat kuat, karena secara signifikan lebih berbahaya bagi kehidupan laut dan sel daripada polutan serupa. 2,6-DHNP diitemukan di mana-mana, seperti saluran pembuangan, kolam renang, dan keran air minum, menandakan kebutuhan mendesak akan cara-cara yang lebih baik untuk membersihkan air dan menjaga kita tetap aman.
Sebuah studi baru yang diterbitkan di Eco-Environment & Health telah mengungkap dampak kardiotoksik yang parah dari 2,6-DHNP pada embrio ikan zebra, yang berfungsi sebagai model untuk potensi risiko kesehatan manusia.
2,6-DHNPs, sekelompok DBP yang resisten terhadap metode pemurnian air tradisional seperti perebusan dan penyaringan. DBP ini menimbulkan risiko yang signifikan, menunjukkan tingkat toksisitas 248 kali lebih tinggi daripada DBP teregulasi yang diketahui yakni asam dikloroasetat, pada embrio ikan zebra. Dengan menggunakan ikan zebra sebagai model biologis karena kemiripan genetiknya dengan manusia, penelitian ini dengan cermat merinci bagaimana kontaminan yang muncul ini mendatangkan malapetaka pada kesehatan jantung.
Embrio ikan zebra yang terpapar 2,6-DHNP menderita kerusakan jantung parah yang ditandai dengan peningkatan produksi spesies oksigen reaktif yang berbahaya, kematian sel (apoptosis), dan perkembangan jantung yang terganggu.
Studi ini mengungkapkan bahwa 2,6-DCNP dan 2,6-DBNP, dua jenis DBP, menunjukkan resistensi yang signifikan terhadap pembuangan di pabrik pengolahan air minum. Perebusan dan penyaringan ditemukan sebagai metode pengolahan air rumah tangga yang paling efektif, mengurangi tingkat 2,6-DCNP dan 2,6-DBNP masing-masing sebesar 47 persen dan 52 persen.
Paparan 2,6-DHNP menyebabkan gagal jantung pada embrio ikan zebra melalui peningkatan produksi spesies oksigen reaktif (ROS) yang berbahaya dan perkembangan jantung yang tertunda. Khususnya, antioksidan N-asetil-L-sistein mampu mengurangi efek kardiotoksik yang disebabkan oleh 2,6-DHNP.
"Potensi kardiotoksik dari 2,6-DHNP pada konsentrasi rendah secara signifikan menantang pemahaman kita saat ini tentang keamanan air dan menyoroti perlunya penilaian ulang yang mendesak terhadap metode pengolahan air minum,” kata Hongjie Sun, seorang peneliti terkemuka dalam penelitian ini, seperti dilansir Phys, Ahad (31/3/2024).
Peng Gao, penulis koresponden, menambahkan bahwa temuan ini menggarisbawahi pentingnya mengevaluasi dampak kesehatan dari produk sampingan desinfeksi yang mungkin terbentuk selama pengolahan air dan resisten terhadap pengolahan rumah tangga.
“Kita perlu memprioritaskan pengembangan teknologi pemurnian air yang canggih untuk menghilangkan polutan ini dan menjaga kesehatan masyarakat secara efektif,” kata Gao.
Penelitian ini menggarisbawahi masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat yang penting yaitu kontaminan yang bertahan dalam proses pengolahan air dapat menyebabkan hasil kesehatan yang parah pada organisme yang terpapar, yang mengisyaratkan kemungkinan risiko kesehatan masyarakat yang dihadapi oleh bahan kimia yang ditularkan melalui air ini.